Jumat, 26 Juli 2013

Cerpen Persahabatan "Untuk Luki"

heyooo!! lama sudah tidak buka blog ini. kali ini aku akan ngeshare cerpen persahabatan yang sebenarnya adalah tugas bahasa indonesiaku kemarin :p
ini dia cerpennya, semoga kalian suka:)

Untuk Luki

Pagi itu seperti biasa sebelum berangkat ke sekolah Kara menyapa tetangganya tepatnya sahabatnya, Luki.
“pagi Luki! Ini aku Kara”
“oh, pagi juga Kara” jawab Luki yang sedang duduk di teras rumahnya.
“Ki, aku mau berangkat ke sekolah ni.” Ujar Kara kepada sahabatnya itu.
“oh ya sudah berangkat dong nanti kamu telat lo.”
“haha iya, apa salahnya sih basa basi bentar. Ya udah, aku berangkat dulu ya, dah Luki!”
“iya dah Kara”

Luki adalah sahabat Kara yang buta karena kecelakaan tahun lalu. Awalnya Luki sudah sangat putus asa dengan hidupnya ini. Namun ketika dia sadar banyak orang yang membutuhkannya, ia mulai menghilangkan pikiran negatifnya itu. Apalagi ia punya seorang sahabat setia, Kara. Kara yang selalu menemaninya, mengajaknya bermain, belajar bersama, Luki benar-benar bahagia bersama Kara. Ada kalanya Luki sangat merindukan saat-saat dia masih bisa melihat, saat dia masih normal, tidak cacat seperti ini. Namun bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi dan menimpa dirinya.
Luki tiba-tiba mengingat masa kecilnya dulu bersama Kara, ia mengingat awal perkenalan mereka.
“eh kamu anak mana?” ucap Kara melihat Luki bermain di taman dekat rumahnya.
“aku pindahan, rumahku disana!” ucap Luki sambil menunjuk rumahnya yang ternyata bersebelahan dengan rumah Kara.
“loh rumahmu disana? Bukannya itu rumahnya tante Rita?” jawab Kara ragu karena pada awalnya rumah itu adalah rumah Tante Rita.
“nggak tau tuh, aku nggak kenal sama tante Rita. Yang penting sekarang itu rumahku.” Ucap Luki.
“ih mentang-mentang pindahan punya rumah bagus. Nih aku tandingin sama rumah pasirku.” Ujar Kara sambil mulai membuat rumah-rumahan dari pasir.
“aku juga bisa kok buat rumah pasir yang lebih gede dan yang lebih bagus!”
Merekapun mulai sering bermain bersama, sampai sekarang, mereka bagaikan saudara yang selalu berbagi satu sama lain. Seperti keadaan sekarang ini. Kara selalu berusaha berbagi dengan Luki yang buta.
***
“Luki, ini dicari Kara” kak Danny yang berdiri di pintu kamar Luki memberitahukan kedatangan Kara.
“iya, suruh masuk saja.”
Kara lalu masuk ke kamar Luki. Kamar Luki sederhana, tapi sangat menarik. Berbagai asesoris menghiasi kamar itu. Biasanya setiap hari ada saja asesoris baru yang dimiliki Luki. Luki memang gemar mengumpulkan asesoris. Sayangnya, untuk sekarang ini, ia tidak bisa melakukan kebiasaannya itu lagi.
“Ki, sekarang aku pakai jam tangan baru loh. Coba saja kamu bisa melihat, pasti kamu iri deh sama jam tanganku ini” curhat Kara kepada Luki sambil memain-mainkan jam tangan barunya berharap sahabatnya itu bisa melihat senyum riangnya walau semua itu tidak akan terjadi.
“ih kamu ya, nanti aku bakal beli jam tangan yang lebih bagus dari itu.” Ujar Luki tidak mau kalah.
“buktikan ya? Besok aku tunggu, kalau tidak kau akan tau akibatnya, haha!” ucap Kara bercanda.
“Luki,” ucap Kara di tengah-tengah candanya.
“apa?”
“sebulan  lagi aku mau ngajak kamu pergi”
“kemana? Jangan bilang kamu hanya mau mengajakku main di teras depan” gurau Luki.
“ih kamu ini gak lucu tau, aku itu mau mengajak kamu pergi ke taman yang baru di buat itu, di dekat perpustakaan kota. Tapi waktu tamannya udah jadi ya, bulan depan”
“yah lama dong nunggunya.” Sesal Luki.
“iya sih, kita sabar aja nunggu.”
“iya tapi kamu janji ya beneran mau ngajak aku pergi ke taman itu?”
“kapan sih aku pernah ingkar janji sama sahabatku yang centil ini?” canda Kara.
“ah kaya kamunya nggak centil aja pamer jam tangan baru ke aku”
“pamer jam tangan itu nggak centil, huu” ucap Kara sambil memeletkan lidahnya.
Kedua sahabat itu terus bercanda sampai sore.
“Luki, aku pulang dulu ya, besok kesini lagi” pamit Kara kepada sahabatnya itu.
“iya” jawab Luki singkat.
“Luki,” ucap Kara pelan.
“apa lagi?”
“aku cuma mau bilang semoga kamu cepat dapat retina baru.”
“makasih Kara” ada saatnya kata-kata itu terasa perih bagi Luki, aku juga berharap begitu Kara, aku ingin bisa melihatmu lagi, dan semua yang ada di dunia ini.
Kara lalu pulang. Sesampainya di rumah iapun kelelahan dan akhirnya tertidur lelap.
***
Hari yang melelahkan dengan teriknya matahari dan sapuan udara bercampur debu. Siang itu Kara duduk sendirian. Luki sedang pergi menginap ke rumah neneknya dan sekarang dia kesepian.
“Luki kapan sih pulangnya!” gumam Kara terlebih kepada dirinya sendiri.
Kasian Luki. Pikir Kara. Andai saja Luki tidak buta, pasti dia bebas melakukan apa saja bersama sahabatnya itu seperti dulu. Ke sekolah bersama, belajar bersama, menonton bersama. Kara benar-benar merindukan sosok sahabatnya yang dulu!
Sampai malam tiba, Kara masih kesepian. Ia duduk sendirian sambil menatap langit dengan ribuan cahaya bintang. “andai saja aku bisa memberikan retinaku ke Luki” gumam Kara. Lalu Kara menutup matanya sesaat, membayangkan jika ia sudah besar nanti, masa depannya yang cerah. Lalu Luki? Bagaimana dengan Luki? Kalau Luki belum bisa melihat mana mungkin dia bisa bahagia di atas penderitaan sahabatnya. Sebahagia apapun ia suatu saat nanti, ia akan tetap merasa separuh kesedihan jika Luki tidak bisa melihat dunia.
Tiba-tiba saja lamunan Kara buyar karena panggilan mamanya.
“Kara?”
“iya, mama masuk aja” ucap Kara.
“Kara, besok Luki pulang. Tapi tadi mama dapat kabar katanya Luki lagi demam tinggi dan harus dirawat di rumah sakit.”
“hah? Tidak terjadi apa-apa kan sama Luki ma?” ucap Kara khawatir.
“iya, Luki cuma demam. Kamu tenang saja. Besok kita jenguk Luki ya.” Ucap mama menenangkan Kara.
“iya ma, aku juga udah kangen sama Luki”
“iya, lebih baik sekarang kamu tidur, ini kan sudah malam”
Siangnya sepulang sekolah Kara langsung menjenguk Luki ke rumah sakit. Sesampai disana Kara langsung berbicara banyak kepada Luki.
“Luki, kamu kok bisa demam gini sih? Pasti kamu tidurnya malam-malam ya terus kamu kalau keluar nggak pake jaket. Kamu tau kan di rumah nenekmu itu udaranya dingin. Pantas saja jadi sakit demam begini.” Oceh Kara panjang lebar karena sangat mengkhawatirkan Luki.
 “kamu ini, aku sakit malah di omelin” ucap Luki sebal.
“aku ini ngomel-ngomel karena khawatir sama kamu tau”
“sudah-sudah kalian jangan bertengkar begini dong, kan nggak enak dengarnya.” Ucap Tante Lia mamanya Luki.
“Luki, mama pulang dulu ya, mama lagi banyak urusan. Disini ada Kara yang jagain kamu.”
Di rumah sakit itu Kara merawat Luki dengan sangat baik. Ia selalu mengajak Luki mengobrol dan mereka tidak pernah kehabisan obrolan.
Karena khawatir dengan Luki, Kara pun menjenguk Luki setiap hari menggantikan mama Luki jika sedang ada urusan. Menurutnya merawat Luki sama sekali tidak melelahkan, ia bisa selalu bertemu Luki dan akan selalu menemani sahabatnya itu suka maupun duka. Sampai akhirnya Luki sembuh dan keluar dari rumah sakit.
Saat sampai di rumah
“sudah kubilang hanya demam biasa, kamu malah mengomeliku waktu itu” ujar Luki mengungkit-ungkit kejadian saat ia baru masuk rumah sakit.
“iya iya aku tau. Saat itu kan aku sangat khawatir.”
“oh iya, ngomong-ngomong kamu jadi kan ajak aku ke taman baru itu?” ucap Luki mengingatkan Kara tentang janjinya akan mengajak Luki mengunjungi taman baru.
“tentu saja jadi. Tapi kan taman itu dibukanya masih lama. Kamu tunggu saja, kita pasti jadi kok ke taman itu”
“iya, aku sudah tidak sabar.”
***
“yah, Luki pergi lagi. kali ini dia ada acara keluarga, aku jadi tidak bisa melarangnya tidak usah ikut.” Gumam Kara. Hari itu Luki memang pergi lagi untuk menghadiri acara keluarga. Kara kesepian lagi. ia bingung mau melakukan apa tanpa sahabatnya itu, karena rasanya semua membosankan.
“ah, aku pergi saja ke taman itu! Siapa tau taman itu sudah dibuka lebih awal”
Kara pun pergi ke taman itu menggunakan sepedanya. Ternyata taman itu dibuka minggu depan! Betapa senangnya Kara. Ia lalu dengan semangat memberitahukan kepada Luki lewat telepon. Setelah menelpon Luki, Kara pulang dengan sangat senang sampai hal itu terjadi saat Kara dalam perjalanan pulangnya.
Kara kecelakaan.

Luka di tubuh Kara cukup parah. Tentu saja. Ia tertabrak mobil dan terlempar begitu saja. Sekarang Kara sedang berbaring lemah di tempat tidur pasien. Kara harus melaksanakan beberapa operasi dengan harapan lukanya bisa sedikit sembuh. Entah itu bisa dijadikan harapan atau tidak. Untuk sekarang ini saja Kara masih koma, dan akhirnya Kara siuman pada hari ketiga.
Dan Luki tidak tau tentang berita ini.
“Karaa?” panggil mama.
“maa?” ucap Kara sangat pelan seakan tidak bersuara.
“iya, Kara?”
“ma, aku tidak akan sembuh. Rasanya sakit sekali. Seperti lumpuh”
“tenang nak, kamu ini baru sadar, jadi wajar kalau kamu masih lemah” tak terasa air mata mengalir begitu saja di pipi mama.
“ma, nanti kalau aku memang benar-benar tidak bisa sembuh, aku mau sumbangkan retina ku ke Luki ma”
“jangan bilang begitu nak, kamu pasti sembuh! Pasti sembuh! Kamu harus percaya diri” ucap mama dengan nada serak karena tidak bisa menahan tangisannya.
“tiga hari lagi janjiku sama Luki ma, mau ke taman. aku yakin hari itu Luki sudah bisa melihat. Tolong mama jangan beritakan tentang kecelakaanku ini kepada Luki ma, sebelum hari itu datang, biar Luki yang menyadarinya sendiri. Ma, aku minta tolong mama tuliskan sebuah surat untuk Luki.”
Mama masih menangis mendengar kata-kata Kara itu, tapi ia terpaksa mengikuti apa yang diinginkan Kara. Keinginan terakhirnya.
Tiga hari kemudian
Pagi ini Luki bahagia sekali. Sekarang dia bisa melihat lagi! dua hari yang lalu Luki mendapat panggilan kalau ada orang yang mau mendonorkan retinanya ke Luki. Luki senang bukan kepalang!
“Kara pasti senang melihatku sudah tidak buta lagi. tapi kenapa Kara tidak kelihatan ya dari kemarin? Saat aku pulang saja dia tidak ada di rumah. Ah iya aku baru ingat! Aku kan ada janji ke taman bersama Kara hari ini. Ya sudah lebih baik aku ke rumahnya saja, siapa tahu Kara sudah ada di rumah”
Luki lalu ke rumah Kara dan Kara tetap tidak ada di rumah. Mama Kara bilang kalau Kara menyuruh Luki ke taman pagi itu. Uh Kara memang menyebalkan! Luki yakin Kara pasti sudah tau ia bisa melihat sampai-sampai tega mendahului Luki ke taman itu. Akhirnya Luki pergi ke taman, ia mencari tempat duduk yang dimaksud mama Kara. Katanya Kara ada di tempat duduk itu. Tapi tidak ada siapa-siapa yang ditemuinya di tempat duduk itu selain sebuah surat beramplop, dan sekarang menjelaskan semuanya kepada Luki. Tidak ada Kara dan hanya sebuah surat, “untuk Luki”
Luki, aku sudah tau sekarang kamu sudah tidak buta lagi. aku tau sekarang kamu sudah bisa melihat dan kamu pasti ingin memberitahunya kepadaku tapi aku selalu tidak ada di rumah.
Luki, sekarang kamu pasti akan bingung membaca surat ini, kamu pasti berpikir aku sedang bercanda dan bersembunyi di balik pohon di taman. kamu salah Luki, aku sedang tidak bersembunyi, aku memang benar-benar tidak ada.
Tak terasa air mata Luki menetes. Apa maksud semua ini? Bagaimana bisa terjadi?
Semua berawal saat aku pulang dari taman ini, setelah aku menelponmu itu. ingat?
“Ki! Tamannya dibuka minggu depan! Ingat ya kita datangnya pagian biar dapat tempat duduk!”
“iya, kamu juga janji ya bangun pagi awas kalo kamu bohong”
“iya, pastilah aku dateng ke taman ini pagi-pagi. Sama kamu. Tenang aja”
Maaf Ki, ternyata aku nggak tepatin janji.
Air mata Luki semakin deras mengalir.
Luki, aku kasi retinaku ke kamu karena aku tau, aku nggak bisa jadi sahabat yang baik untuk kamu. Aku ninggalin kamu di waktu yang tidak tepat. Saat kamu pasti sangat membutuhkanku karena keadaanmu yang buta. Jadi aku pikir aku bisa memberikan retinaku sebagai gantinya agar aku tidak terlalu terbebani pergi tanpa berhasil membuat sahabatku sembuh kembali.
Aku senang kamu bisa melihat dunia lagi. bukannya itu yang kamu inginkan?
Sekali lagi maaf Luki, kamu sahabat terbaikku.
Kara
Pada akhirnya Luki semakin mengerti, alasan kenapa kemarin-kemarin ia tidak bertemu Kara. Dan sekarang, ia bisa melihat dunia karena Kara. Ia bisa menikmati kembali indahnya dunia karena Kara walau sakit yang ia rasakan karena kehilangan Kara. Terima kasih Kara. Aku tidak akan melupakanmu.