Rabu, 08 Mei 2013

Westlife



Profil Personil Weslife
Nama lengkap : Shane Steven Filan
Tempat/tgl. lahir : Sligo, 5 Juli 1979
Panjang kaki : 32 inchi
Lingkar dada : 38 inchi
Tato : Tak punya
Sekolah : Summer Hill College, Sligo
Band pertama : SC4
Pelajaran tak disukai : Ilmu Pengetahuan Umum
Pelajaran yang disukai : Bahasa Inggris dan Matematika
Kesukaan : Belanja, jalan bareng temen, berkuda, menyanyi
Yang tak disukai : Serangga, ular, orang-orang yang bertindak kasar
Film terbaik : Titanic
Aktor/Aktris fav : Tom Cruise, Catherine Zeta Jones
Penyanyi fav : George Michael, Mariah Carey
Makanan fav : Spageti, McDonalds, Burger King
Minuman fav : Coca Cola
Tempat untuk santai : Di rumah
Tempat fav untuk dikunjungi : Tenerife
Parfum fav : Polo Sport (cowok), Beautiful Chloe (cewek)
Tim fav : Liverpool
Lagu fav : "I Believe I can fly" (R Kelly)
Pacar : Saat ini belum punya
Perbuatan romantis : Membelikan banyak balon untuk cewek
Ungkapan yang disukai : You know what I mean?
Kenangan sebelum gabung Westlife : Selalu bermimpi membentuk band. Nggak percaya jika Boyzone, cowok-cowok dari Irlandia, bisa menembus dunia musik. Betul-betul menakjubkan.
-oOo-

Nama lengkap : Mark Michael Patrick Feehily
Tempat/tgl. lahir : Sligo, 28 Mei 1980
Panjang kaki : 31 1/2 inchi
Lingkar dada : 41 inchi
Tato : Tak punya
Sekolah : Summer Hill College, Sligo
Band pertama : IOU
Pelajaran tak disukai : Bahasa Irlandia, prakarya dari kayu
Pelajaran paling disukai : Bahasa Perancis, Ekonomi
Kesukaan : Curhat dengan teman, menyanyi dan pesta
Yang tak disukai : Dipaksa mengambil banyak makanan di piring, merokok, orang-orang yang berpikiran sempit
Yang dibenci : Burung dan ular
Film terbaik : "The Nutty Professor"
Aktor/Aktris fav : Eddie Murphy, Lisa Kudrow
Penyanyi fav : Michael Jackson, Mariah Carey
Makanan fav : Steak, kripik, McDonalds
Minuman fav : Fanta Lemon
Tempat untuk santai : Dipan di depan teve
Tempat fav untuk dikunjungi : Rumah di Sligo
Parfum fav : Hugo Boss (cowok), dan Calvin Klein (cewek)
Kesebelasan favorit : Liverpool
Lagu fav : "Man In The Mirror" (Michael Jackson)
Pacar : Belum punya, masih muda
Tindakan romantis : Memberi bunga, makan malam, pulang ke rumah untuk tidur
Ucapan yang disukai : "Well buddie - What's the craic" (sapaan khas Irlandia)
Kenangan sebelum gabung Westlife : Saat pertama rekaman masih jadi pengantar pizza. Pergi ke rumah Kian untuk merekam beberapa bait lagu, lalu mengantar pizza kembali
-oOo-

Nama lengkap : Nicholas Bernard James Adam Byrne
Tempat/tgl. lahir : Dublin, 9 Oktober 1978
Panjang kaki : 30 1/2 inchi
Lingkar dada : 39 inchi
Tato : Disain Celtic di bawah punggung
Sekolah : Kembali ke Plunkit College setelah bergabung dua tahun dengan Leeds United Club
Band pertama : Westlife
Pelajaran tak disukai : Matematika, nggak pernah dapat nilai bagus
Pelajaran paling disukai : Bahasa Inggris dan Geografi nggak pernah dapat nilai jelek
Kesukaan : Makan keluar, berbelanja, pulang ke rumah menjenguk keluarga
Yang tak disukai : Merokok dan orang yang menjengkelkan
Film terbaik : "Titanic", "Die Hard"
Aktor/Aktris fav : Bruce Willis, Brad Pitt, Demi Moore
Penyanyi fav : Phil Collins, Natalie Imbruglia
Makanan fav : Makan malam di hari minggu, McDonalds
Minuman fav : Pepsi
Tempat untuk santai : Dipan di beranda rumah
Tempat fav untuk dikunjungi : Pulau Carribean, New York, Sydney
Parfum fav : Dolce & Gabbana (cowok), CK Eternity (cewek)
Kesebelasan favorit : Manchester United
Lagu fav : "Flying Without Wings"
Pacar : Georgina, anak Perdana Menteri Irlandia
Ucapan yang disukai : "Le Gra" artinya dengan cinta (bahasa Irlandia)
Kenangan sebelum gabung Westlife : Patah semangat ketika keluar dari Leeds. Waktu casting untuk Westlife pakai baju ayahnya.
-oOo-

Nama lengkap : Kian John Francis Egan
Tempat/tgl. lahir : Sligo, 28 April 1980
Panjang kaki : 31 inchi
Lingkar dada : 40 inchi
Tato : Gambar simbol China (spirit untuk jiwa), yang terdapat di tumit
Sekolah : Summer Hill College, Sligo
Band pertama : Scord
Pelajaran tak disukai : Matematika
Pelajaran paling disukai : Kesenian
Kesukaan : Manggung bersama Westlife
Yang tak disukai : Sushi (makanan Jepang), orang yang suka bertindak kasar
Film terbaik : "Titanic"
Aktor/Aktris fav : Brad Pitt, Cameron Diaz
Penyanyi fav : Brian Littrel, Celine Dion
Makanan fav : Steak, kripik, McDonalds
Minuman fav : 7 Up
Tempat untuk santai : Di depan teve
Tempat fav untuk dikunjungi : USA
Parfum fav : JOOP (cowok), Loads (cewek)
Kesebelasan favorit : Liverpool
Lagu fav : "Baby One More Time"
Pacar : Tak punya
Perbuatan romantik : Terlalu banyak untuk diberikan!
Kenangan sebelum gabung Westlife : Ingin membentuk band rock, tapi nggak kesampaian. Waktu kontes bakat bersama Scord untuk pertama kalinya menerima bayaran 500 poundsterling.
-oOo-

Nama lengkap : Bryan Nicholas McFadden
Tempat/tgl. lahir : Dublin, 12 April 1980
Panjang kaki : 33 inchi
Lingkar dada : 41-42 inchi
Tato : Dua simbol Jepang di punggung, yang artinya "cinta" dan kebenaran"
Sekolah : Lulus SMA
Band pertama : Cartel
Pelajaran tak disukai : Bahasa Irlandia
Pelajaran paling disukai : Bahasa Inggris
Kesukaan : Musik, belanja
Yang tak disukai : Sekolah, membaca, menulis, orang yang sedih (Bryan suka setiap orang bergembira)
Film terbaik : "Titanic"
Aktor/Aktris fav : Leo DiCaprio, Jennifer Love Hewitt
Penyanyi fav : Brian Littrel, Mariah Carey
Makanan fav : Gorengan dari Carlton Cafe di Sligo (Kafe keluarga Shane), McDonalds
Minuman fav : Diet Coke
Tempat untuk santai : Di pantai atau di dalam kapal
Tempat fav untuk dikunjungi : USA
Parfum fav : D&G (cowok), Cool Water (cewek)
Kesebelasan favorit : Manchester United
Lagu fav : "Something Stupid" (Frank Sinatra)
Pacar : Tak punya
Perbuatan romantik : Memberi ibu mantan pacarnya bunga, berterima kasih karena telah melahirkannya.
Kenangan sebelum gabung Westlife : Ingin ngetop, tapi nggak ada sponsornya. Bersama Cartel manggung di jalan-jalan.

SEJARAH TERBENTUKNYA WESTLIFE
Asal Mula

Cerita tentang Westlife, berawal pada tahun 1996 di Sligo, sebuah kotakecil di sebelah utara Irlandia. 3 orang remaja, Shane Filan, Kian Egan, danMark Feehily yang sering aktif dalam kegiatan teater di Ummerhill College.Ketiga orang remaja tersebut mendapat peran utama dalam sebuah dramaGrease dan penampilan mereka itu menjadi batu loncatan yang besar. Padasuatu malam setelah pertunjukan, ketika mereka latihan vocal sambilbercanda, tiba-tiba Mary McDonagh mendekatinya dan berkata, ”Saya inginkalian membentuk sebuah band”. Setelah itu mereka mulai membawakanlagu-lagu ”Take That”, sebuah band yang mega populer di pertengahantahun 90-an. Ketika akan diberi nama, Mary memberikan sebuah nama yangsangat aneh yaitu ”6 As 1” ( Kian, Shane, Mark, Derek, Michael, danGraham ). Awal tahun 1997, mereka berenam mulai tampil di teater-teater diSligo dan banyak orang yang langsung nge-fans dengan boy band baru ini.
6 As 1 Menjadi IOU

Fans mereka di Sligo terus bertambah. Pada bulan Agustus 1997, 6 As 1tampil dengan membawakan lagu-lagu dari Boyzone dan Backstreet Boys( BSB ) di hadapan lebih dari 500 orang. Tapi, mereka mempunyai 1keluhan yaitu tidak menyukai nama boy band-nya. Jadi merekamemutuskan untuk mengganti nama boy band mereka menjadi IOU. IOUkemudian merekam sebuah single yang berjudul ”To Get A Girl Forever”.Sebuah acara berita TV lokal menayangkan acara tersebut dan ternyatapenampilan mereka itu menarik perhatian Louish Walsh, manager dari
 group band pop yang paling sukses di Eropa, Boyzone.
Tampil Bersama Backstreet Boys ( BSB)

Kesempatan untuk menjadi band pembuka konser BSB merupakankejutan yang besar untuk IOU. Fans BSB sebanyak 9.500 orang ternyatapuas dengan penampilan IOU. Sayangnya ada 1 masalah, walaupun IOUsudah bagus namun suara Shane, Kian, dan Mark tidak cocok denganketiga personil lainnya. Oleh karena itu, terpaksa dilakukan beberapaperunbahan.
Ganti Lagi Menjadi Westside
Setelah keputusan untuk memecah IOU, maka Shane, Kian, dan Marktampil sebagai trio. Tapi ternyata masih ada yang yang kurang dari suaramereka bertiga. Mereka merasa perlu ada vocal tambahan agar suaramereka benar-benar harmonis. Maka diadakan audisi di Dublin, Irlandiauntuk mencari personil keempat. Ratusan penyanyi muda yang antusiasikut dalam audisi tersebut, termasuk di antaranya Nicky Byrne dan BryanMcFadden. Nicky dan Bryan pun sebenarnya sudah lama berteman. Merekaberdua sering bermimpi menjadi anggota group dan sejak masih kanak-kanak. Mereka berharap keduanya bisa terpilih, tapi yang dicari hanya 1orang. Namun keberuntungan tenyata memihak kepada mereka. AkhirnyaNicky dan Bryan pun menjadi personila IOU. Untuk memulai langkah yangbaru, mereka mengganti nama boy band-nya untuk ketiga kalinya. Namaboy band mereka adalah Westside ( yang merupakan sebuah penghargaanterhadap Sligo, kampung halaman Shane, Kian,dan Mark di westside-nyaIrlandia).
Akhirnya Menjadi Westlife
Kehidupan Shane, Kian, Mark, Bryan, dan Nicky sebagai Westsideternyata tidak berlangsung lama. Karena nama Westside sudah menjadinama group band lain. Oleh karena itu, kelima cowok keren ini terpaksamengganti nama boy band-nya untuk keempat kalinya. Kali ini merekamemilih nama Westlife. Pada bulan Juli 1998, Westlife mulai tampil kelilingInggris bersama Boyzone dan pada bulan Oktober, mereka menerimapenghargaan dari majalah Smash Hits Award sebagai ”Best New Tour Act”.Pada tanggal 19 April 1999, single mereka yang berjudul ”Swear It Again”menjadi best seller. Dengan dirilisnya single kedua ”If I Let You Go”,Westlife berhasil menjadi boy band pertama yang kedua single-nyamenduduki posisi puncak di tangga lagu Inggris. Tapi mereka tidak puassampai di situ. Single ketiga, keempat, dan kelima juga berhasil duduk diperingkat pertama tangga lagu Inggris dan merupakan sebuah kesuksesanbesar yang tidak pernah dirasakan group band mana pun di Inggris.

朋友

有时我们不想看到我们的朋友给其他人接近

Selasa, 07 Mei 2013

Novel (LAST TEARS)

ini novel buatanku sendiri. semoga kalian  suka.



LAST TEARS
 “ayah!!” berkali kali aku pingsan dan menangisi ayah yang sudah tenang di alam surga. Ayahku memang memiliki penyakit yg cukup membuatnya terus menderita. Kini,, aku harus mengikhlaskan kepergian ayah walau berat bagiku.
Satu bulan setelah kepergian ayah, aku merasa kesepian. Dan tiba-tiba saja terdengar suara teriakan bunda “Killa! Turun nak!” . Akupun segera menuruni tangga. Ternyata bunda tidak sedang sendirian, ia bersama anak kecil yg tersenyum kepadaku.
“Killa ini Tiara , anak Bude Ayu.”
“Bude Ayu siapa Bun?”
“kerabat bunda sejak kecil, ia sengaja menitipkan Tiara kepada Bunda karena sebentar lagi ajal menjemputnya. Ia tak ingin Tiara hidup sebatang kara”
“oh, memangnya ayahmu kemana Tiara?” kini aku bertanya kepada anak yg ternyata bernama Tiara itu.
“aku tidak tau kak, Bunda nggak pernah bercerita tentang ayah. Ia selalu berkata itu hal yg tidak penting”
“oh, ya sudah”
“Killa, sekarang kamu tidak akan kesepian. Karena Tiara sudah Bunda anggap anak Bunda sendiri. Dia akan menjadi adikmu” jelas Bunda kepadaku. Aku tersenyum senang karena dari dulu aku memang ingin mempunyai adik. Apalagi perempuan.
Semalaman ini aku sudah akrab dengan Tiara. Menurutku Tiara adalah anak yg cantik, namun sedikit cerewet . dan dilihat dari cara bicara Tiara, sepertinya dia anak yg tidak bisa jaga rahasia.
Pagi ini , aku tak sabar sampai di sekolah. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan.
“pagi kak Killa!” sapa Tiara saat aku duduk di meja makan.
“pagi juga”
“oh iya kak! Sekarang kan hari pengumuman kelulusan, Tiara penasaran liat nilai kakak”
“nilaiku pasti bagus. Asal kamu tau, aku ini anak berprestasi dari masa SD”
“oh ya? Aku tidak menanyakan hal itu”
“kalau gitu ya nggak usah nyahut!”
“hei! hei! kenapa jadi bertengkar. Sudah sekarang kalian makan dulu” lerai Bunda.
Entah mengapa hari ini aku kesal sekali dengan Tiara. kenapa dia bawel sekali! Apa dia merasa dirinya pintar. Ah sudahlah! Itu bukan urusanku.
“ayo antarkan aku terlebih dahulu mang Udin. Kalau kak Killa setelah aku saja” ucap Tiara saat akan berangkat sekolah.
“enak banget sih kamu! Sekolah kamu tu jauh tau. Bisa-bisa nanti aku telat! Aku nggak terima!”
“Bunda! Bunda!”
“kenapa Tiara?”
“Bunda, bolehkah aku diantar terlebih dahulu? Sekolahku memang jauh tapi aku tidak mau telat karena pasti sebentar lagi bel di sekolahku bordering. Boleh ya Bunda?”
Kali ini aku semakin kesal dengan Tiara. Ternyata dia anak yang menyebalkan. Dia mau menang sendiri. Ingin rasanya ku tutup mulutnya dengan cabe.
“baiklah Tiara. Maaf ya Killa, kamu harus mengalah dulu dengan adikmu.”
“huuh !!!!” gerutuku.
Saat sampai di sekolahnya Tiara, ternyata sekolahnya sangat sepi. Apakah benar Tiara terlambat masuk. Berarti dia terlambat mengambil rapornya. Tapi, kenapa kelihatannya dia santai-santai saja.
“thanks ya mang Udin” ucap Tiara saat turun dari mobil.
***

“mang, Tiara itu tadi terlambat tapi kok dia santai saja?” tanyaku kepada mang Udin.
“tadi itu dia tidak terlambat. Tadi mang ngeliat ada anak lain yang juga baru masuk. Tadi itu sepi karena neng Tiara terlalu pagi berangkat sekolah”
Huuh!! Berarti tadi dia membohongi Bunda agar dapat menang 1-0 denganku. Sialan!! Dia memang anak nakal.
Saat sampai di sekolah , aku sudah disambut oleh sahabatku, Elin.
“Killa!”
“Elin! Eh aku belum terlambat kan?”
“belum , tapi hampir saja”
“oh ya sudah. Yuk ke kelas!”
Saat berbincang-bincang di kelas, tiba-tiba ada guru masuk.
“pagi anak-anak”
“pagi bukk!”
“Sekarang , ibu tidak mengumumkan secara langsung kepada kalian tentang hasil kelulusan, tapi kalian dapat melihatnya di mading dekat ruang guru, dan mading dekat perpustakaan. Terima kasih”
Aku dan teman-temanku pun segera keluar kelas. Aku dan Elin memilih pergi ke mading dekat perpustakaan. Ternyata disana sudah ramai sekali. Aku dan Elin hanya bisa menunggu sampai sedikit sepi. Maklum , aku dan Elin kurang suka berdesak-desakan.
“eh , udah agak sepi tuh!”
“ya udah ayok!”
saat kami mencari-cari nama kami, “yeeee!!!! Aku lulus” teriak Elin yang sempat mengagetkan ku.
“mana mana?”
“nih, Elina Viona.. LULUS”
“oh iya, selamat deh. Eh bantuin nyari namaku dong”
“iya deh tenang”
“eh, ini ni Sakilla Kirana dan kamu…….. LULUS!” aku pun kaget dan melihat, ternyata benar! Aku lulus.
“asiik! Akhirnya kita jadi anak SMA!”
Teeet!!!! Bel berbunyi, aku dan Elin segera masuk ke kelas. Ini pasti pembagian nilai ujian sementara. “Sakilla Kirana!” aku segera maju ke depan dengan langkah mantap. “selamat ya, kamu lulus” puji bu guru. “iya buk, terima kasih” balasku.
Setelah selesai aku berpamitan pada guru-guru. Rasanya senang sekali, tapi, andai saja Ayah ada disini ia pasti akan bangga sekali padaku. Tapi sudahlah , aku ikhlaskan saja karena aku yakin Ayah sudah melihat hasil ini.
”La, coba liat nilaimu!”
“tunggu, aku juga belum liat. Sini deh kalau mau liat”
“wah keren, nilaimu 9 semua!”
“iya nih, aku gak sabar kasi liat ke Bunda”
“kalau kamu Lin, aku juga mau liat”
“aku juga 9 semua cuma ada satu yang 8”
“itu sudah hebat kok.”
***
“Bundaaa!!!”
“Killa, bagaimana?”
“aku lulus Bunda.”
“hebat! Coba Bunda lihat”
“wahh ! nilai kamu bagus sekali! Bunda bangga sekali sama kamu.”
“iya dong Bunda.”
“kak Killa, coba aku lihat nilainya” tiba-tiba saja Tiara datang. Kali ini aku yang akan menang 1-0 dari si bawel ini.
“menurutku ini biasa saja, karena nilai raporku juga seperti ini”
“aku tidak menanyakan hal itu!” kini aku dapat memutar balik kalimat yang tadi pagi ia katakan padaku, lega rasanya.
“terserah , aku hanya ingin kak Killa tau” jawab Tiara.
“Bun, daftarkan Killa di SMA favorit ya,”
“iya, memang Bunda berfikiran seperti itu.”
Aku senang dan sangat senang. Kini , Ayah akan tersenyum kepadaku.
***
Hari pertamaku memakai seragam putih abu-abu, aku sangat senang. Selain sekarang aku sudah SMA , sekarang aku juga satu sekolah lagi dengan Elin. Walau beda kelas. Sekarang aku sudah mempunyai beberapa teman baru , antara lain Fanny dan Fiola. Mereka anak kembar. Sebenarnya sih banyak tapi aku hanya baru akrab dengan dua orang itu. Kulihat Elin juga memiliki beberapa teman baru.
Bagiku, pelajaran SMA cukup sulit , tapi kalau punya kemauan belajar , pasti pintar deh!. Aku berharap , semoga aku bisa mengerti semua pelajaran SMA agar aku bisa menjadi murid paling pintar di sekolah favorit ini.
“woy!! Bengong aja. Kamu nggak beli buku? Mumpung lagi sepi tuh!.” Ucap Elin mengagetkan ku.
“oh ya? Dimana?”
“di koperasi lah.”
“harganya sekitar berapa?”
“nggak tau juga. Tapi katanya sekitar 80an yang paling murah”
“wah , lagi nggak ada uang nih. Besok aja deh, aku mau minta uang di Bunda dulu.”
“iya aku juga. Besok samaan yaa?”
“siip!”
***
“Bun, aku minta uang dong. Udah mulai beli buku pelajaran nih”
“berapa kamu mau minta?”
“500 ribu dulu. Nanti kalau kurang aku minta lagi”
“ya udah. Ini ambil”
“makasi Bunda”
“kak Killa, kakak yakin uang itu pas? Menurutku itu pasti lebih!”
Huuh! Lagi lagi Tiara ngomong yang nggak jelas. Yang bikin aku kesal.
“bukan urusan lo!” jawabku dengan ketus.
“kak Killa bohong ya agar dapat uang lebih? Atau kak Killa sengaja minta uang tapi ternyata di buat untuk pergi ke mall”
“eh! Kamu bisa diam nggak sih! Kenapa kamu curigaan sama aku! Kalau kamu nggak percaya, besok kamu bisa Tanya ke Elin temanku. Dan jika sisa uang ini lebih, akan kumasukan semuanya ke mulutmu!!” aku langsung lari ke kamar tanpa menghiraukan teriakan Bunda. Amarah ku sudah tak bisa ku pendam. Aku benci menpunyai adik angkat seperti Tiara!.
tok tok tok!
“sibuk!”
“Killa sayang, ini Bunda”
Akupun segera membukakan pintu untuk Bunda. Ku persilahkan Bunda duduk di sofaku.
“kamu kesal ya dengan Tiara? Kamu nggak usah ladenin dia. Dia masih anak kecil yang bicaranya nggak bisa dijaga. Bunda yakin, jika sudah besar seperti kamu, dia akan mengerti”
“aku tau dia itu masih kecil Bun, tapi barukali ini aku menemukan anak kecil yang benar-benar menyebalkan. Apa sih yang diajarkan Bude Ayu ke dia? Kok dia sampai kaya gitu!”
“Nak, Tiara itu tidak pernah dapat perhatian dari orangtuanya. Bahkan, kemarin dia cerita ke Bunda kalau dia benci kepada kedua orangtuanya, dia tidak mau menjenguk Bundanya sendiri yang sedang kritis. Dia ingin memiliki ibu seperti Bunda. Oleh karena itu dia selalu mencuri perhatian Bunda saat bersama kamu.”
“aku tetap nggak suka kalau dia tetap seperti itu. Aku ingin Tiara yang biasa saja, tidak tertekan karena ulah kedua orangtuanya!”
“Bunda mengerti perasaanmu, kamu yang sabar ya Killa”
“makasi Bunda, tapi Bunda harus janji untuk tidak melupakanku jika sedang bersama Tiara.”
“tentu saja Killa, kamu kan anak kandung Bunda.”
Akupun larut dalam pelukan Bunda. Rasanya nyaman sekali, apalagi kalau Ayah juga ada di sampingku saat ini.
“Bunddaaa…!!! Cepat kesini!” teriak Tiara.
“dengar kan Bunda, dia buat ulah lagi. Ku mohon Bunda jangan menghampirinya.”
“tapi Nak…”
“Bunda! Ku tau Bunda pasti mendatangi kak Killa. Kenapa Bunda diam disini? Bukannya aku memanggil Bunda?” ucap Tiara yang tiba-tiba sudah ada di depan pintu.
“eh lo nyamber aja! Udah sana turun!”
“Killa, Tiara, kalian jangan bertengkar lagi. Lebih baik kalian berdamai.”
“udah ah Bunda, kalau sekarang aku berdamai dengan kak Killa, besoknya pasti akan bertengkar lagi. Lebih baik sekarang Bunda ikut aku. Ayoo!”
Aku kesal,kesal dan sangat kesal dengan Tiara. Dia merebut Bunda dariku.
Ya tuhan.. kau sudah mengambil Ayahku. sekarang, kau biarkan aku kesepian karena Bunda sudah milik Tiara. Apalagi yang akan kau ambil dariku? Jika kau memang menakdirkan aku untuk kesepian, ambil saja nyawaku. Aku ikhlas. Karena ku yakin aku akan lebih tenang menyusul Ayah. Setelah larut malam, akhirnya aku terlarut dalam dinginnya malam.
***
“Killa! Kamu bawa uangnya nggak?” sapa Elin seraya bertanya padaku pagi ini.
“bawa dong. Sekarang aja yuk!”
“ayok!”
Pagi ini aku sudah membeli buku pelajaran yang lumayan banyak. Tapi masih beberapa yang belum aku beli. Sisa uangnya sedikit, hanya 15 ribu rupiah. Tapi kali ini aku akan tetap mengembalikannya ke Bunda. Aku ingin membalas perbuatan Tiara.
Tak disangka! Benar-benar tak disangka! Hari ini yang menjemputku bukanlah mang Udin. Melainkan Bunda dan anak menyebalkan, Tiara!
“kak Killa!” teriak Tiara memanggilku dari luar mobil. Aku tau, dia pasti lagi cari perhatian banyak orang. Akupun langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang. Sebenarnya aku ingin sekali duduk di depan, tapi Tiara sudah mendahuluiku.
“Killa, kamu sudah beli buku Nak?” ucap Bunda mengawali pembicaraan.
“sudah Bun” jawabku singkat.
“kamu sudah lengkap beli bukunya? Kalau belum nanti Bunda kasi lagi uangnya.”
“pastilah Bunda sudah lengkap. Uangnya kan banyak dan pasti sisanya juga ada” sambung Tiara yang sok tau. Kali ini aku diam saja. Aku masih malas bicara.
“Tiara, tidak baik berkata seperti itu, kamu seharusnya menghargai kak Killa sedikit. Bunda kan bertanya kepada kak Killa, bukan kamu”
“biarkan saja Bunda, dia memang anak kurangajar yang tak tau diri!” balasku dengan mantap. Kali ini aku senang karena bisa mencaci maki Tiara.
“Killa, itu juga tidak baik, seharusnya kata-katamu di jaga sedikit.”
“aku membencinya Bunda! Dia menyebalkan, suka menganggu hidupku!”
“kak Killa ternyata tak menghargaiku! Aku benci kak Killa!”
“sudah! Sudah! Jangan bertengkar! Bunda tidak suka!”
Aku dan Tiara langsung diam. Ketika sampai rumah aku langsung mendekati Tiara dan memberikan sisa uang saat aku beli buku pelajaran tadi . tanpa berkata apapun.
***
Esoknya setelah pulang sekolah………
“huh panasnya! Bi Inah, tolong buatkan aku sirup dong! Yang dingin ya!” ucapku kepada bi Inah.
“siap Non” balasnya.
“ini Non sirupnya.”
“makasi ya bi. Oh iya, kok sepi sih di rumah, Bunda sama Tiara mana?”
“sedang pergi belanja Non.”
“lho kok mereka nggak nunggu aku dulu sih. Ini pasti ulah Tiara.”
“iya Non, Non Tiara yang memaksa Nyonya pergi tanpa nunggu Non Killa.”
“tuh kan! Dasar! Ya udah bik, aku mau ke kamar dulu ya.”
“iya Non”
Saat masuk ke kamar, tiba-tiba handphone ku bunyi. Ada SMS dari Elin.
From : Elin
La, ke rumahku yuk! Bantuin aku krjain tugas. Ntar aku kasi mntk es jeruk dehh! Yayaya! Siip!!

Wah, lumayan sih, daripada melongo sendirian di rumah, mending ke rumahnya Elin. Oke deh aku balas.
To : Elin
Oke deh Lin! Boleh juga! Waiting me!!

Akupun bergegas pergi ke rumah Elin. Tak lupa aku berpesan kepada mang Udin dan bi Inah untuk memberitahu Bunda kalau aku pergi ke rumahnya Elin.
“mang Udin ! anter aku ke rumahnya Elin.”
“siap Non”
***
“ah ini dia udah nyampe” sapa Elin kepadaku.
“iya dong”
“ya udah nih minumannya”
Akhirnya aku pun membantu Elin mengerjakan tugas. setelah selesai mengerjakan tugas aku dan Elin lapar, kami pun membeli bakso yang kebetulan lewat di rumahnya Elin. Setelah makan bakso, entah kami lelah atau kenyang, akhirnya aku dan Elin pun tertidur.
“La Killa!! Bangun udah malem! Killa bangun!!” ku dengar suara yang menyuruhku bangun sambil mengoyang-goyangkan tubuhku.
“malem jam berapa sih Lin?” tanyaku kepada Elin yang ternyata menyuruhku bangun.
“udah jam 8 malem! Cepet bangun gih!!”
Akupun langsung kaget dan bangun, aku segera menelpon mang Udin, tapi nggak ada jawaban. Duh gimana sih mang Udin itu!
“La, kalau mang Udin nggak bisa jemput kamu, nanti biar kakakku saja yang antar kamu pulang.” Kata Elin.
“nggak ngerepotin nih?”
“ya ampun, nggak lah. Kamu kan sahabatku.”
“makasi ya Lin.”
“iya, ya udah cepet sana!”
Akupun pulang diantar kakaknya Elin. Jalanan malam ini agak macet. Jadi kemungkinan aku sampai di rumah jam setengah 9. Saat sampai di rumah..
“makasi ya kak udah mau antar aku pulang.” Ucapku berterima kasih kepada kak Radit.
“iya dek, lain kali jangan ketiduran lagi ya!”
“ah kakak ini bisa saja!” kataku sambil memukul-mukul kak Radit.
“ya udah kak, aku masuk dulu. Hati-hati di jalan kak.”
“iya dek.”
Saat aku masuk ke dalam rumah, tiba-tiba Bunda dan Tiara menatapku dengan tatapan aneh.
“kamu kemana saja ha?! Pulang sampai kemalaman gini!” bentak Bunda kepadaku.
“Bun, tadi aku ke rumahnya Elin. Tadi kan aku sudah berpesan kepada mang Udin dan bi Inah untuk memberitahukan ke Bunda kalau aku pergi ke rumahnya Elin.”
“bohong! Kalau kak Killa pergi ke rumah teman, apa Bunda pernah mengizinkan pulangnya malam-malam? Kak Killa pasti berbohong!” ucap Tiara ikut-ikutan memarahiku.
“hei! tadi itu aku ketiduran di rumahnya Elin karena kelelahan membantu Elin mengerjakan tugas sekolah! Karena itu aku pulang kemalaman!”
“DIAM!! Jangan ribut lagi di depan Bunda! Killa, kenapa kamu berbohong kepada Bunda? kalau kamu memang pergi ke rumahnya Elin, lalu kenapa kamu pulang dengan seorang pria yang tak di kenal! Kamu berbohong kan! Bunda sudah melarang kamu untuk berpacaran, apalagi dengan pria yang tak di kenal, yang usianya pasti lebih tua dari kamu! Tapi kamu tetap tidak peduli dengan apa yang Bunda katakan!”
“Bunda, dia itu bukan pacarku tapi dia itu ka…”
“sudah!! Bunda sudah benar-benar kecewa dengan kamu Killa, kamu mengkhianati Bunda! sekarang, Bunda akan menghukum mu! Bunda tidak akan mengizinkanmu pergi, terkecuali ada kepentingan sekolah!”
“maaf Nyonya, bolehkah saya berbicara tentang…”
“diam!! Kamu tidak berhak bicara! Kamu telah membohongi saya! Dasar pembantu!”
Aku segera berlari ke kamar.
“hiks.. hikss…” tak terasa air mataku mengalir begitu deras. Teganya Bunda kepadaku. Apa yang ia katakan tadi? Ia kecewa denganku? Ia menghukum ku? Sejak kapan Bunda kecewa denganku? Sejak kapan Bunda berubah? Mengapa ia berubah? Dimana Bunda yang lembut dan baik hati serta selalu mempercayaiku? Apa yang ada di perasaan Bunda sekarang? mengapa? Mengapa? Mengapa Bunda?!!!!

Aku menangis dan terus menangis. Ayah!! Andai saja Ayah ada disini , memelukku dengan penuh kasih sayang. Ayah, Bunda berubah Ayah. Apa yang harus ku lakukan? Bunda sudah tidak mempercayaiku lagi. Semua berubah ketika Ayah pergi meninggalkanku. Ayah , temani aku untuk beberapa menit saja, temani aku untuk menghapus air mataku, untuk melepas kerinduanku tentang Ayah. Aku merindukanmu Ayah.
“Killa! Belajar! Jangan terus-terusan menangis seperti anak cengeng! Bunda tidak mau mendengarnya. Sangat ribut!” teriak Bunda yang semakin membuatku sedih.
“ahahaha! Bunda coba lihat ini, aku cantik ya memakai gaun ini. Ini karena Bunda yang membantuku memilih. Makasi ya Bunda. Aku sayang Bunda.” Ucap Tiara dengan lantang.
“iya Nak, kamu cantik. Bunda bangga.” sambung Bunda.
Mendengar percakapan itu, hatiku semakin sakit dan sakit. Aku rindu menjadi gadis kecilmu Bunda. aku ingin kau memelukku dan berkata “Bunda menyayangimu Nak”
Malam ini , aku curahkan semua isi hatiku ke buku diary pemberian Bunda, ya aku masih menyimpannya. Akupun mulai menulis……
Dear Diary
Hari ini aku berantakan sekali!! Bunda memarahiku habis-habisan. Dia sudah berubah, setiap aku menangis, ialah yang selalu menghapus air mataku. Namun sekarang?? jangankan mau menghapus air mataku, saat aku menangis ia malah semakin membentakku.
Ya tuhan,
Aku tidak pernah bermaksud untuk membohongi Bunda, aku tidak pernah berani berdusta kepadanya apalagi mengkhianatinya. Aku lakukan ini karena aku menyayanginya, karena aku tidak ingin ia sedih atau kecewa karenaku. Tapi mengapa Ya tuhan,, ia malah salah paham tentangku , ia malah mengganggapku mengkhianatinya bahkan ia berkata bahwa ia sudah kecewa denganku. Apakah aku salah kepadanya? Kesalahan apa yang ku perbuat? Ya tuhan, tolong sadarkan Bunda bahwa aku hanya ingin perhatiannya dan aku menyayanginya.
Writer, Killa

Akupun tertidur lelap setelah menulis diary. Besoknya…
“Killa, kamu lagi ngapain sih?! Cepetan gih!! Kamu udah di tungguin masih aja lama!” bentak Bunda.
“iya Bun, Killa masih lama ni, Tiara berangkat duluan aja” balasku. Aku tidak mau mencari masalah lagi dengan Tiara karena dia pasti akan minta pertolongan Bunda.
Hari ini aku benar-benar bingung! Kemana buku-buku pelajaran ku? Aku rasa , kemarin menaruhnya diatas meja ini. Tapi mengapa sekarang tidak ada. Astagaa!! Ini sudah jam 7 pagi lebih! Bisa-bisa aku telat!.
“Killa kamu mencari apa?! Kenapa sampai jam 7 lebih kamu belum berangkat? Kamu mau telat dan di hukum? Bunda tidak mau datang ke sekolahmu hanya untuk mengurus urusan tidak penting!!” ucap Bunda kepadaku.
“Bunda, aku lagi nyari buku pelajaran. Kemarin aku sudah menaruhnya di atas meja belajar, tapi sekarang tidak ada. Aku bingung Bunda”
“kamu mau telat?? Kalau tidak mau ya sudah berangkat saja. Urusan buku kamu bisa selesaikan di sekolah. Kan kamu bisa pinjam buku teman atau membeli yang baru. Sudah cepat sana!!”
Akupun segera mencium tangan Bunda dan lari keluar. Saat ku lihat jam tangan , ternyata benar! Aku sudah telat.
“mang Udin! Agak cepet dong!!” kataku kepada mang Udin saat di dalam mobil.
“iya sabar non
Saat sampai di sekolah aku segera keluar dari dalam mobil. Namun ternyata pintu gerbang sekolahku sudah di tutup.
“loh neng kok baru dateng? Udah telat satu jam lo” kata pak satpam kepadaku.
“iya aku tau, tolong bukain dong!”
“nggak bisa neng, peraturannya kan nggak boleh dibukain kalau udah telat lebih dari setengah jam. Nah sekarang eneng telat satu jam jadi nggak boleh neng”
“aduh tolong dong pak! Sekali ini aja, aku janji deh besok-besok nggak akan telat lagi”
“aduh tetap nggak bisa neng”
“Killa!!” teriak Fiola dari dalam sekolah.
“Fio!! Tolongin aku dong!” Fiola langsung lari mendatangiku yang masih terkunci dari luar sekolah.
“kamu ternyata telat. Aku kira kamu itu emang nggak masuk hari ini.”
“iya Fio aku telat. Gimana nih aku nggak boleh masuk sekolah”
“pak Ujang, kasi Killa masuk dong. Please!! Kita berdua janji deh bakal lakiuin apa yang pak Ujang mau. Yayaya!!”
“aduh, ya udah deh neng. Pak Ujang Tanya guru BK dulu”
“ya udah cepet sana!” Fiola langsung menyuruh pak Ujang pergi. Beberapa menit kemudian, pak Ujang datang bersama Bu guru Hani. Guru BK yang terkenal galak.
“kamu anak kelas 1 kan?” ucapnya mengawali percakapan denganku.
“ii.. iya buk” jawabku gugup.
“baru kelas 1 sudah berani terlambat. Kamu kan tau ini sekolah internasional! Kamu seharusnya sadar kalau disini tidak ada yang boleh terlambat apalagi sampai 1 jam!”
“iya buk, maafkan saya. Saya janji tidak akan terlambat lagi.”
“ya sudah kamu harus pegang janji kamu! Nah sekarang kenapa temanmu ini masih disini? Apa yang kamu lakukan? Apa kamu ingin saya menghukum kamu karena tidak mengikuti pelajaran?”
“aduh saya hampir lupa buk, maafkan saya tadi sebenarnya habis dari wc. Ya sudah sekarang saya ke kelas. Permisi buk!” ucap Fiola setelah menyadari ternyata ia seharusnya kembali ke kelas.
“buk, tolong hari ini saja izinkan saya mengikuti pelajaran di kelas walau saya terlambat.” Ucapku memelas ke buk Hani.
“baiklah, kali ini saya akan mengizinkan. Tapi kamu harus ke ruang BK untuk menulis namamu di daftar siswa yang pernah melanggar peraturan sekolah. Dan saat keluarmain nanti kamu akan saya hukum untuk membersihkan kamar mandi putri di lantai satu. Kamu mengerti?!!”
“baiklah buk, saya mengerti” hufft!! Akhirnya boleh masuk juga. Tapi saat keluarmain nanti aku pasti menjadi bahan ejek-ejekan karena nanti aku akan membersihkan kamar mandi. Tapi nggak papa lah, yang penting Bunda tidak di panggil ke sekolah untuk mengurusku.
Saat sampai di depan kelas, perasaan gugup, takut, malu, gelisah bercampur aduk menjadi satu. Akupun mulai mengetuk pintu kelas…
Tok… tok… tok…
“masuk!” sahut pak Amar dengan suara khasnya. Memang hari ini ada jam untuk pelajaran Matematika. Akupun segera membuka pintu. Tanganku terasa bergetar saat akan masuk ke dalam kelas membayangkan apa yang akan di lakukan pak Amar jika aku ternyata telat.
“Killa?!” teriak Fanny dan Fiola bersamaan.
“kamu Sakilla nomor absen 25 itu kan? Pantas saja saat saya mengabsen tidak ada, ternyata kamu ini terlambat!”
“maafkan saya pak”
“ya sudah, sekarang kamu akan saya hukum karena terlambat. Kamu harus mengerjakan soal-soal di papan tulis dan kamu harus mengerjakan lagi yang ada di buku paket halaman 27-33! Sekarang cepat duduk!”
Akupun segera duduk di tempat dudukku. Aku bingung, apa yang akan ku pakai mengerjakan sedangkan buku-buku ku hilang. Hampir semuanya, bahkan tidak ada yang tersisa. Yang tersisa hanyalah buku diary karena seingatku aku selalu menaruh buku diary di bawah kasurku. Dan aku yakin ada yang mengambil buku-buku ku saat aku tidur kemarin malam.
“Sakilla! Kenapa kamu hanya mengeluarkan pulpenmu? Dimana bukumu?!”
“buku-buku saya hilang pak. Izinkan saya pergi ke koperasi untuk membeli buku. Saya benar-benar minta maaf pak”
“astaga!! Sebenarnya keinginan kamu bersekolah disini itu apa? Tadi kamu sudah terlambat, sekarang kamu tidak membawa buku. Bapak benar-benar kecewa dengan kamu.”
“sekali lagi saya minta maaf pak, buku-buku saya hilang begitu saja”
“kalau begitu sekarang kamu minta dua lembar kertas di temanmu untuk menulis. Ini, kamu pakai dulu buku saya. Lain kali, saya tidak akan mengizinkan siswa mengikuti pelajaran saya kalau ia tidak membawa buku.”
“iya pak!!” jawab aku dan teman-temanku serempak.
“teeet!!!”
Ternyata ada bel, ini saatnya istirahat. Tapi itu hanya anak-anak yang tidak terlambat tadi pagi. Sedangkan aku harus menerima hukuman buk Hani saat jam istirahat. Akupun bergegas pergi ke gudang kebersihan untuk mengambil alat-alat yang akan di gunakan membersihkan kamar putri di lantai satu.
“lho Killa? Kamu ngapain disini? Ke kantin yuk sama temenku nih!” sapa Elin saat dia melihatku ada di depan gudang kebersihan.
“nggak Lin, aku lagi sibuk. Kamu berdua aja dulu sama temenmu. Nanti kalau sempat aku nyusul” jawabku dengan nada lemas.
“beneran nih nggak papa? Emangnya kamu mau ngapain?”
“udahlah, kamu nggak usah pikirin aku” ucapku kepada Elin sambil membawa alat-alat yang di butuhkan untuk membersihkan kamar mandi putri. Kurasa Elin pasti bingung dengan tingkahku ini. Tapi untuk kali ini aku hanya ingin sendiri setelah semua pekerjaanku selesai.
“wah! Ada cleaning service yang baru nih!” ejek salah satu kakak kelas cowok saat aku lewat di depan mereka.
“iya nih, pake baju seragam SMA lagi.” Sambung yang lainnya.
Akupun segera berlari tanpa menghiraukan kakak kelas yang memang menyebalkan itu.
“Killa…” sapa dua orang yang kurasa itu adalah Fanny dan Fiola.
“Killa kamu menangis??” ucap mereka lagi. Saat aku mengangkat kepalaku, air mataku sudah mengalir dengan derasnya.
Mereka segera memelukku.
“Killa, kamu jangan nangis lagi ya. Kita janji deh akan temenin kamu waktu kerja nanti. Sekarang kita ke wc putri yuk. Nanti keburu bel” ucap Fiola yang mengetahui aku akan di hukum untuk membersihkan kamar mandi putri.
“ma..kasiii.. ya Fiiooo… Fannnnyyyyy” ucapku terbata-bata.
Saat membersihkan kamar mandi putri,  aku melihat Elin berjalan sambil tertawa bersama teman-temannya. Hatiku sangat sedih mendapati Elin ternyata memang tidak memikirkan apa yang terjadi padaku. Kini ia sudah memiliki teman-teman baru dan melupakan sahbat lamanya. Aku hanya bisa sedih dan sedih. Semua orang di dekatku, yang selalu menemaniku saat suka maupun duka, sekarang tidak hadir untuk menghiburku. Mereka sibuk dengan orang baru di sekitarnya. Yang kumiliki sekarang hanya Fanny dan Fiola. Mereka teman baruku yang sangat mengerti aku. Akhirnya pekerjaanku pun selesai. Aku, Fanny, dan Fiola bergegas menuju kantin.
“teeettt!!!!” bel tanda istirahat berakhir berbunyi.
“yah, bel nih. Kita nggak dapet makan deh” ucap Fanny.
“ya udah deh Fan, kita minum aja. Kamu bawa bekal air minum kan?” sambung Fiola.
“aku bawa kok. O iya Killa, kamu pasti haus juga kan? Nanti kamu bisa minta air di kita”
“iya, makasi ya. Ya udah kita ke kelas yuk!”
Setelah kami minum, guru pelajaran Biologi datang. Kali ini aku sedikit lega karena pembelajaraannya tidak memakai buku pelajaran. Dan pak guru memberikan soal lewat papan tulis.
Bel tanda pulang berbunyi, aku pun segera keluar untuk menunggu jemputan. Setelah beberapa siswa di jemput, sekolah mulai sepi. aku bingung kenapa mang Udin belum datang menjemputku.
Sampai satu jam tapi mang Udin belum datang juga. Aku sedikit kesal dibuatnya. Beberapa saat kemudian aku melihat sebuah mobil parkir di luar sekolah, setelah ku perhatikan ternyata itu bukan mobilku. Huh! Padahal aku berharap sekali kalau yang datang itu adalah mobilku.
Beberapa siswa keluar dari laboratorium Biologi. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti extrakulikuler olimpiade biologi. Diantara mereka kulihat Fanny dan Fiola. Ya mereka memang pintar sehingga bisa ikut exschool itu.
“lho Killa? Kok masih di sekolah? Kamu belum di jemput?” Tanya Fiola ketika melihatku masih di dalam sekolah.
“iya nih Fio, aku nggak tau kenapa mang Udin belum datang menjemputku.”
“kalau gitu kamu pulang sama kita aja yuk! Mumpung kita udah di jemput.” Ajak kedua anak kembar itu.
“apa nggak ngerepotin?” tanyaku.
“ya nggak lah. Udah yuk!” kata Fiola sambil menarik tanganku.
Aku pun masuk ke dalam mobil. Ketika aku masuk, Fanny dan Fiola langsung di sambut baik oleh orang yang menjemputnya.
“lho , ini siapa? Teman kalian?” Tanya orang itu yang ternyata adalah ayah Fanny dan Fiola.
“iya pa, ini namanya Killa.” Jawab Fanny.
“oh, perkenalkan saya ayahnya Fanny dan Fiola. Kamu bisa panggil saya dengan sebutan Om Hendy. Ngomong-ngomong Killa ini mau mampir dulu di rumah Om?”
“nggak Om, aku hanya numpang diantar pulang. Karena sepertinya sopirku nggak bisa jemput aku. Maaf ya Om kalau ngerepotin” kataku.
“oh tidak apa-apa Om akan antar kamu pulang. Rumah kamu dimana?”
“rumahku di perumahan Sriwijaya gang Ubur-ubur no.4”
“oh kalau gitu Om akan antar kamu pulang dulu.”
“terima kasih ya Om”
“iya sama-sama”
Melihat sosok Om Hendy, aku jadi teringat ayah. Andaikan saja ayah masih ada di dunia ini, hidupku tidak akan hancur seperti ini. Sejak ayah meninggal aku selalu merasa kesepian. Tapi aku yakin, walaupun ayah sudah meninggal, ia tetap mengawasiku dan memberikan doa terbaik untukku.
“Killa, apa benar ini rumahmu?” ucap Om Hendy membangunkan lamunanku.
“oh!! Iya Om, ini rumah saya.”
“wah rumahmu besar banget Killa. Pasti kamu betah tinggal di rumah yang besar, bagus lagi” ucap Fiola. Padahal nyatanya, bagiku rumah ini membuatku menderita.
“ah kamu bisa saja Fio.” Jawabku ngawur.
“kita kapan-kapan pasti mampir kok ke rumahmu.” Ucap kedua anak kembar itu.
“iya, ya udah aku masuk dulu. Daaa!!”
***
Saat masuk ke dalam rumah, aku melihat bi Inah dengan wajah khawatir.
“bi, kok mukanya aneh kaya gitu?” tanyaku.
“non, maaf ya tadi mang Udin nggak bisa jemput non. Nyonya yang melarang. Katanya non bakal di jemput sama pacar non. Dan maaf non, kalau boleh saya tanya, apa yang tadi nganter non pulang itu pacar non?”
“astaga bi!! Aku tu nggak punya pacar! Kenapa Bunda bisa berpikiran kaya gitu. Yang nganter aku pulang tadi itu Om Hendy, ayahnya Fanny dan Fiola. Dan di dalam mobil aku tidak hanya sama Om Hendy, tapi aku juga sama Fanny dan Fiola.”
“maafin saya non, bukan saya yang berpikiran seperti itu.”
“iya bi, aku tau. Aku mau ke kamar dulu bi. Tolong nanti bawain makanan sama minuman ke kamarku”
“baik non”
Aku pun segera masuk ke kamar. Tak beberapa lama, bi Inah pun datang membawa makanan dam minuman.
“ini non makanan dan minumannya”
“makasi ya bi, ngomong-ngomong Bunda sama Tiara jalan-jalan lagi ya?”
“iya non, mereka pergi ke supermarket.”
“coba aja dulu, yang nemenin Bunda belanja itu aku. Tapi sekarang Bunda berubah jadi cuek banget sama aku. Aku pengen Bunda kaya dulu lagi.”
Saat aku berbicara, tiba-tiba bi Inah menangis.
“bi, kenapa bibi jadi nangis?”
“nggak non, bibi cuma kasian aja sama non.”
“andai aja bibi tau perasaanku sekarang, aku kangen banget sama ayah bi.”
“bibi juga kangen sama Tuan non.”
“tapi bi sekarang aku bingung mau ngelakuin apa.”
“non hanya cukup bersabar. Itu akan membuat non lebih tenang.”
“tapi bi, kalau aku terus menerus sabar, aku akan lebih muda di injak-injak sama kelakuannya Tiara.”
“bibi akan lindungin non.”
“makasi ya bi.”
“iya non. O iya, bibi mau kasih tau non tentang buku-buku non yang hilang itu.”
“emang bibi tau kenapa bisa hilang? Ceritain dong bi!”
“sebenarnya yang ngambil buku-buku non itu adalah orang rumah, yaitu non Tiara.”
Aku sempat terdiam ketika bi Inah berkata bahwa Tiara yang menyembunyikan buku-buku ku. Apa yang ia mau sehingga ia melakukan itu kepadaku?
“non, sebenarnya non Tiara itu iri sama non”
“dia iri kenapa bi? Bukannya sekarang dia yang kuasain rumah ini?”
“dia hanya mau non Killa di benci oleh nyonya. Itu karena dia ngerasa non adalah parasit di rumah ini. Non Tiara pernah cerita ke bibi, katanya dia itu nggak suka kalau non selalu di perhatiin sama nyonya. Dia mengganggap non itu cuma cari perhatian ke nyonya sehingga dia ngelakuin hal-hal yang buat non sakit hati.”
“bi, seharusnya dia nyadar, yang cari perhatian ke Bunda itu bukan aku tapi dia!! Hikss!!”
“udah non, non nggak usah nangis. Non harus tabah ya, nanti nyonya pasti sadar kalau anaknya itu non Killa bukan non Tiara.”
“iya bi.” Bi Inah benar, beberapa saat pasti Bunda sadar kalau aku menyayanginya.
Akhirnya, bi Inah pun keluar dari kamarku. Setelah bi Inah keluar, aku sempatkan menulis di buku diary ku.
Dear Diary
Hari ke hari ku lewati dengan kesedihan karena Bunda sekarang lebih perhatian sama Tiara. Bunda sekarang tidak mempedulikanku. Sekarang aku tau siapa yang menyembunyikan buku-buku ku. Aku sangat berterima kasih kepada bi Inah karena berkat dia aku jadi tau semua tentang Tiara, dia juga membantuku mencarikan buku-buku ku yang hilang ini. Ya tuhan, andaikan Bunda tau kalau yang salah itu adalah Tiara, bukan aku. Dan andaikan Bunda tau kalau Tiara sudah mempengaruhinya hingga ia melupakan anaknya sendiri yaitu aku. Ayah, ayah pasti tau perasaanku yang sekarang. aku sedih ayah, Bunda melupakanku. Aku hanya bisa berharap, suatu hari, Bunda tau perasaanku.
Writer, Killa
Setelah menulis akupun segera tidur karena hari ini aku sangat lelah setelah di hukum.
Saat aku bangun tidur, waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Akupun bangun dan bergegas untuk mandi.
“kak Killa baru bangun, sore banget kak!!” sapa Tiara saat aku keluar dari kamarku. Aku hanya diam tidak membalas pertanyaannya. Aku bosan berdebat dengannya. Karena pada akhirnya aku juga yang kena marah.
Setelah mandi, aku segera ke ruang makan. Saat aku sampai di ruang makan ku lihat Bunda dan Tiara sedang mengobrol sambil tertawa-tawa. Aku hanya diam, aku sudah tidak sanggup untuk berkata apa-apa.
“ini nyonya, non Killa, non Tiara makanannya.” Kata bi Inah sambil membawakan makanan malam ini.
“Bunda, aku mau dong ayam gorengnya kak Killa! Ayamnya besar banget.” Ucap Tiara. Aku tau dia pasti ingin membuatku marah lagi. Aku diam saja tidak menanggapinya.
“Killa, kamu harus mengalah dengan Tiara. Sekarang kamu beri dia ayam goreng itu.” Ucap Bunda yang sudah ku tebak dia akan menyuruhku mengalah.
Tanpa permisi, Tiara langsung menukarkan ayam punyaku dengan ayam miliknya.
“aku makan di kamar!” ucapku sambil membawa makananku. Aku tidak mau makan bersama Tiara.
Selesai makan, aku langsung menaruh bekas piring di dapur. Saat di dapur aku melihat bi Inah sedang mencuci piring.
“bi, nih punyaku sekalian.” Ucapku ke bi Inah.
“iya non, taruh aja disini.” Jawab bi Inah.
“bi, apa buku-buku ku udah ketemu?”
“maaf non, bibi nggak sempat nyariin. Tadi kerjaan bibi banyak banget.”
“ya udah deh bi, nggak papa. Tapi sekarang aku mau nanyain ke Tiara apa dia liat buku-buku ku. Aku duluan ya bi!”
“iya non” akupun segera meninggalkan bi Inah dan segera pergi ke kamar Tiara. Sebenarnya aku sangat malas mengunjunginya tapi daripada besok aku telat lagi karena nyariin buku ku yang hilang, lebih baik aku tanya ke Tiara.
Tok.. tok.. tok!!
“siapa ya?” ucap Tiara dengan nada yang sangat cempreng.
“Killa” jawabku dengan sangat malasnya.
“masuk aja kak!”
Akupun masuk dan segera duduk di samping Tiara yang sedang bermain dengan laptopnya.
“sebenarnya aku males banget buat nyari kamu, tapi karena takut besok telat lagi, lebih baik aku tanya kamu.” Ucapku mengawali pembicaraan.
“aku nggak ngerti kak! Kak Killa nggak nyambung banget sih!”
“udah nggak usah cerewet. Sekarang aku cuma mau tanya, apa kamu liat buku-buku pelajaranku? Kemarin malam dia hilang”
Tiara sempat diam , dia langsung tertawa dengan liciknya.
“ahahaha!! Kak Killa ini bagaimana sih! Aku saja tidak tau buku kak Killa yang mana sekarang kak Killa malah tanya aku! Bukannya kak Killa selalu melarangku menyentuh barang-barang kak Killa! Kak Killa ini seharusnya berpikir dulu! Jangan asal nuduh!”
“aku memang melarangmu menyentuh barang-barangku. Tapi bukannya kamu selalu ingin memiliki semua barang-barangku sehingga kamu pasti bisa melakukan apa saja untuk mendapatkannya! Seperti ayam goreng tadi!” jawabku dengan nada yang cukup keras sehingga Bunda kaget dan datang ke kamar Tiara.
“Killa, ada apa ini?! Kenapa kamu membentak Tiara?!” ucap Bunda.
“Bunda, dia sudah salah! Dia menyembunyikan semua buku-buku ku sehingga aku tidak bisa belajar malam ini! Dia iri kepadaku Bunda!”
“kak Killa kenapa menyalahkan ku? Seharusnya aku yang bilang kalau kak Killa iri kepadaku!”
“cukup!!” teriak Bunda.
“Bunda, aku tidak mau memiliki adik tiri seperti Tiara. Aku benci Tiara!” aku langsung lari ke kamar. Aku tidak peduli Bunda marah kepadaku namun sekarang aku puas sudah bisa mengungkapkan perasaanku yang benci terhadap Tiara.
Walau aku puas, tapi aku masih bingung. Jika aku mencari-cari buku ku lagi, mustahil akan ketemu. Kalau aku beli lagi, apa yang akan ku katakan terhadap Bunda. dia pasti tidak memberikanku uang. Ini semua karena anak bawel itu!!
Sekarang aku sudah memutuskan untuk mengambil semua uangku yang ada di celengan. Walau tak seberapa tapi akan ku usahakan. Aku akan meminta bantuan bi Inah untuk menjelaskan semua itu kepada Bunda.
***
Paginya di sekolah........
“hai Killa!” sapa Fiola dan Fanny saat aku memasuki kelas.
“hai juga!! Oh ya, makasi ya tumpangannya yang kemarin.” Jawabku.
“iya, lagipula kita senang kok kemarin karena ada kamu kita jadi nggak bosan.” Jawab Fiola.
“iya Fio. Ngomong-ngomong kalian mau nggak nganterin aku ke koperasi?”
“iya dong. Sekarang aja yuk!”
Selesai membeli buku pelajaran, aku kembali ke kelas bersama Fanny dan Fiola.
“kenapa kamu nggak sekalian beli semuanya kalau memang buku kamu hilang semua?” tanya Fiola. Aku memang lebih akrab dengan Fiola daripada Fanny.
“i.. iya sih aku memang sengaja Fio, aku malas beli semua buku hari ini. Kan nanti tasku bisa jadi berat.” Jawabku. Padahal ada alasan lain yang tidak mau ku katakan.
“iya juga ya,” jawab Fio.
Bel pelajaran pertama berbunyi. Kini aku dapat belajar menggunakan buku.
Saat istirahat....
“Fio, Fanny, aku ke kantin bareng kalian ya.” Ajakku kepada anak kembar itu.
“boleh, yuk!”
Saat di kantin aku melihat Elin bersama temannya yang kemarin ku lihat. Sepertinya sekarang Elin sudah punya geng. Karena ku lihat setiap Elin pergi selalu bersama orang itu saja.
“kamu kok melamun? Hoyy!!” teriak Fiola kepadaku.
“ohh!!! Nggak papa kok!. Kamu udah pesen makanan Fio?” tanyaku.
“dari tadi tau! Udah cepet sana pesen. Aku tunggu di meja nomor 3!”
Akupun memesan makanan. Saat itu aku menyempatkan diri untuk lewat di meja Elin.
“Lin, aku mau ngomong.” Ucapku di depan teman-teman Elin.
“hah? Maksud lo tu apa? Nggak ada yang namanya Lin disini!! Hahaha! Dia salah orang!!” sahut salah satu teman Elin dan semuanya ikut tertawa kecuali Elin.
“guys... dia itu menyapaku.” Ucap Elin.
“oh gituu! Tapi maaf ya, Elin dan yang lainnya lagi makan dan nggak bisa di ganggu. Lagian nggak penting juga kayaknya lo buat Elin.”
Aku kesal dengan perkataan teman Elin itu. Ingin rasanya ku siram mukanya dengan soto.
“huuh! Dasar cewek-cewek gila!!” ucapku lalu pergi meninggalkan mereka. Terdengar mereka memanggil-manggilku untuk kembali namun aku malas menghiraukan mereka.
“kamu ngapain tadi kesana La?” tanya Fio kepadaku.
“ngeladenin orang nggak jelas.” Jawabku kesal.
“maksud kamu geng The Girls itu?” tanya Fanny dengan nada meyakinkan.
“tau ah!! Aku kurang tau soal geng itu. Yang ku tau sekarang aku kesal dengan temannya Elin yang berambut pendek itu!” ucapku sambil menunjuk temannya Elin yang tadi mengejekku.
“itu kan Liliana kak,” ucap Fiola kepada Fanny.
“iya, itu memang Liliana Fio.” Jawab Fanny kepada Fiola.
“oh,,,jadi namanya Liliana. Dia teman sekolah kalian yang dulu ya?” tanyaku.
“iya , dia memang temanku dan Fiola sewaktu SMP. tapi aku dan Fiola tidak terlalu akrab dengannya, karena aku dan Fiola tidak menyukai sifatnya.” Jelas Fanny.
“tapi kak, kenapa dia bisa masuk ke SMA ini? Bukannya kemarin saat ujian masuk dia tidak lulus? Aku tidak melihat namanya.” Ucap Fiola yang membuatku semakin bingung.
“dia itu menggunakan bina lingkungan Fio.”
“haah??!! Yang bener?? Berarti dia nggak pintar dong?” tanyaku keheranan.
“ya,, begitulah. Dia memang bodoh sejak SMP. Tapi sangat pintar menyombong dan mengejek orang.”
Akupun langsung berniat mendatangi Liliana untuk membalasnya. Tapi Fanny melarangku.
“Killa!! Udahlah kamu ngapain cari masalah? Nanti bisa-bisa Liliana marah besar dan kamu akan bertengkar hebat dengannya. Bagaimana nanti kalau kamu masuk BK dan di hukum? Lalu orangtuamu dipanggil ke sekolah. Apa kamu mau seperti itu?” cegah Fanny kepadaku.
Aku lalu diam dan memikirkan kata Fanny.
“iya sih, kamu benar juga. Makasi ya udah menasehatiku.” Ucapku kepada Fanny.
“iya, ya udah makan yuk!”
***
Saat pulang sekolah, aku tidak menyangka kalau ternyata aku akan bertemu lagi dengan pembuat masalah itu. Liliana!!
“hoy!! Lo yang tadi berontak sama gue itu kan?!! Sini lo!” teriak Liliana ketika melihatku.
Aku hanya menoleh sedikit, lalu diam tidak mengikuti permintaannya. Aku tidak mau hal yang dikatakan Fanny terjadi jika aku bertengkar dengan Liliana.
“hoy! Lo tuli ya!! Gue bilang sini lo!”’ ucap Liliana sekali lagi. namun aku tetap tidak mau mengikutinya.
“okee!! Kalo lo emang nggak mau denger apa kata gue, gue sendiri yang bakal datengin lo!” ucap Liliana dan ia langsung itu berjalan ke arahku.
Aku tetap mendiamkannya. Namun tiba-tiba Elin datang mencegah Liliana.
“Liana! Kenapa kamu begitu nggak suka dengan Killa?!” ucap Elin melindungiku. Aku tetap diam, aku tidak mau berbicara. Biarkan mereka yang menyelesaikannya. Jika mereka benar-benar bertengkar maka aku akan melerainya.
“ngapain lo ngelindungin sampah itu? Lo harusnya ngedukung gue! Sini lo!” teriak Liliana membentak Elin.
“ngg... kali ini aku nggak bisa ngedukung kamu. Dia sahabatku, walau gimanapun, tugasku adalah ngelindungin dia.” Ucap Elin menunduk. Aku sangat terharu mendengarnya, selama ini aku hanya berpikir kalau Elin tidak memikirkanku. Tapi ternyata di balik semua itu, dia masih peduli denganku.
“tapi kan gue temen lo! Gue yang selama ini ngurus lo! Coba kalo gue musuhin lo, bisa-bisa lo jadi sampah kayak dia!” kali ini Liliana benar-benar marah. Akupun juga begitu.
“hey! Kamu boleh saja menghinaku sampah, tuli atau apapun yang kamu mau! Tapi kamu tidak boleh menghina sahabatku!! Ayo Elin! Mulai sekarang iblis itu bukan temanmu lagi! cuiih!” ucapku sambil menarik Elin keluar.
“dasar cewek gila!! Awas kalian! Lihat saja apa yang akan kulakukan pada kalian sampah!” teriak Liliana yang masih saja menghina aku dan Elin.
Saat keluar sekolah, ternyata aku sudah di jemput. Akupun segera masuk mobil tanpa berkata apapun kepada Elin.
“Killa! Sakilla Kirana!” teriak Elin sebelum aku pergi. Akupun menoleh ke arahnya.
“kamu nggak marah kan sama aku?” ucap Elin.
Aku hanya tersenyum menanggapinya dan mobilku pun berjalan pergi.
“makasi ya Killa, kamu memang teman terbaikku!!!” teriak Elin ke arah mobilku.
***
“mang Udin kok tumben bisa jemput aku? Kemarin mang Udin di larang ya sama Bunda karena Bunda marah kepadaku? Kalau sekarang mang Udin diizinkan menjemputku, berarti Bunda tidak marah lagi dong sama aku?” tanyaku di dalam mobil kepada mang Udin.
“ah non ini ada-ada saja. Mana mungkin nyonya marah sama non. Palingan dia cuma mau non mandiri aja.” Jawab mang Udin santai.
“oh gitu ya, tapi menurutku Bunda marah kepadaku. Kelihatan tau kalau Bunda itu lagi marah sama aku.”
“non nggak usah berpikir seperti itu. Mang yakin nyonya nggak seburuk itu.”
“iya deh, terserah mang Udin aja.”
Saat sampai di rumah, aku langsung menyisihkan sebagian uangku untuk membeli buku lagi. aku yakin, kalau aku bisa mengikuti sifat ayah yang rajin menabung, aku pasti bisa membeli apa yang saat ini sangat kubuthkan.
***
Pagi hari di sekolah...
Saat aku sampai di sekolah, aku berbincang-bincang tentang Liliana bersama Fanny dan Fiola. Tiba-tiba salah satu temanku memanggilku. “Killa, ada yang nyari kamu tuh di luar!”
Akupun segera keluar, dan ternyata yang mencariku itu adalah Elin.
“Killa , sorry ya kalau selama ini aku cuek sama kamu. Dulu aku takut diganggu oleh Liliana kalau aku tidak mau berteman dengannya. Maaf ya.” Ucap Elin minta maaf padaku.
“nggak papa, aku juga udah lupain soal itu kok. Tapi aku minta mulai sekarang kamu jauhin Liliana. Kalau dia ganggu kamu, bilang saja kepadaku.”
“iya, makasi ya Killa.”
“oh iya, memangnya kenapa sih dia suruh kamu berteman dengannya?”
“bukannya menyombong sih, tapi waktu dia tau aku anak orang kaya, dia memaksaku berteman dengannya.
“ya sudah, kamu nggak usah takut lagi ya.”
“iya Killa.”
***
Tak terasa, 11 bulan sudah aku belajar di sekolah baru. Sebentar lagi aku akan menghadapi ujian kenaikan kelas.
“non Killa, maaf mengganggu. Non dipanggil nyonya untuk berkumpul di ruang keluarga.” Kata bi Inah masuk ke kamarku.
“ya udah bi, aku mau turun.”
“iya, permisi non.”
Saat di ruang keluarga...
“begini anak-anakku, Bunda memanggil kalian karena Bunda bermaksud menasehati kalian. Kemarin Bunda mengetahui kalau sebentar lagi ujian akhir semester untuk para pelajar, jadi Bunda harap kalian belajar tekun mulai sekarang dan nilai-nilai kalian harus membuat Bunda bangga. Bunda harap kalian berdua mendapat peringkat 1 tahun ini.” Ucap Bunda panjang lebar.
“untuk Killa, Bunda sangat berharap kamu masuk 3 besar di kelasmu. Bunda tidak mau kamu mendapat peringkat 9 seperti ujian kemarin. Kamu tau? Susah payah Bunda menyekolahkanmu di sana tapi kamu hanya mendapat peringkat 9. Sangat mengecewakan.”
“iya Bunda, aku akan berusaha sebaik mungkin. Kemarin itu aku tidak bisa belajar karena tidak punya buku.”
“ya sudah. Untuk Tiara, Bunda sangat bangga denganmu. Keberhasilanmu mendapatkan peringkat 1 di kelas membuat Bunda semakin mempercayaimu. Bunda harap kamu bisa mempertahankan keberhasilan itu.”
“makasi ya Bunda, aku bisa karena Bunda selalu menemaniku. Aku harap Bunda terus menemaniku agar aku nyaman saat belajar.”
“ya sudah, sekarang kembali ke kamar kalian masing-masing dan persiapkan diri untuk menghadapi ujian kenaikan kelas.”
“iya Bunda, jawabku serempak dengan Tiara.”
Kata-kata Bunda untuk Tiara masih terngiang di pikiranku. Kenapa Bunda membanggakan Tiara sedangkan aku anaknya sendiri, layaknya dibuang dan tidak di urus. Tapi nanti aku akan membuktikan kepada Bunda kalau aku bisa masuk 3 besar di kelas bahkan aku akan membuktikan bahwa aku bisa mendapat peringkat 1 di kelas.
Kalau biasanya aku lebih sering membaca novel, tapi kali ini aku akan terus membaca buku pelajaran. Bahkan aku tidak pernah bermain laptop atau handphone terkecuali ada keperluan penting. Sepertinya Bunda suka dengan perubahanku ini. Walau dia hanya diam dan tidak mau menanggapi.
Tak terasa, ujian kenaikan kelas tinggal 1 minggu lagi. kini aku terus belajar dan terus belajar.
“kak Killa...” tiba-tiba ku dengar suara Tiara dari balik pintu.
“kak, aku masuk ya..” Tiara pun masuk dengan senyumannya yang sok imut. Sepertinya dia ada perlu karena tumben sekali dia mampir di kamarku.
“ngapain kamu kok tumben sekali nyari aku?” tanyaku judes.
“sorry deh kak kalau aku ganggu kak Killa, tapi aku boleh minta tolong nggak? aku nggak ngerti sama pertanyaan ini” ucap Tiara sambil memperlihatkan pertanyaan di sebuah buku.
“katanya kamu ini pintar, selalu mendapat peringkat 1 di kelas. Tapi kenapa pertanyaan mudah ini saja kamu masih bertanya padaku. Kan kamu yang mengejekku bodoh, berarti aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Lebih baik kamu bertanya saja kepada orang yang menurutmu pintar atau tanyakan saja kepada otakmu yang jenius itu!” tolakku panjang lebar.
“aduh kak Killa ini jangan judes gitu dong, aku bilang begitu kan cuma bercanda.”
“sudah sana kamu pergi, jangan ganggu orang bodoh sedang belajar!”
“huuh! Sombong sekali!!” ucap Tiara dan ia keluar sambil memukul pintu kamarku keras-keras.
Biarkan saja kamu bilang aku sombong, ini kulakukan karena aku tidak suka kalau kau merebut Bunda dariku.
***
Tak terasa, hari pertama ujian kenaikan kelas akan dimulai sebentar lagi. aku terus membaca-baca buku. Aku sangat bertekad membuat Bunda bangga.
Teeett!!!
Bel! Itu pertanda guru akan masuk dan membagikan soal ujian kenaikan kelas.
“selamat pagi anak-anak!”
“selamat pagi buk!!”
“apa kalian sudah siap menhadapi soal-soal ini?”
“siap bu!!”
“kalau begitu keluarkan alat tulis kalian dan taruh semua tas di depan kelas!!”
Aku dan teman-temanku langsung menaruh tas di depan kelas. Saat kertas ulangan di bagikan, aku membaca doa sebelum menjawab soal-soal ujian ini.
Saat pulang sekolah..
“Killa!!” sapa Elin kepadaku.
“hai Elin!! Gimana tadi? Apa kamu bisa menjawab dengan lancar?”
“ya begitulah, hanya beberapa yang membuatku bingung. Kalau kamu?”
“sama sepertimu. Tapi kita harus yakin jawaban kita itu benar.”
“tentu saja!”
Saat sampai di rumah, aku langsung memeriksa jawabanku.. dan ternyata jawaban-jawaban yang aku jawab benar, aku sangat senang. Akupun kembali belajar untuk ujian selanjutnya.
***
Hari ini adalah hari terakhir ujian, aku fokuskan diriku agar nilaiku tidak rendah.
“huuh, akhirnya ujiannya selesai juga.” Ujar Fiola kepada aku,Elin,Fanny saat kami berjalan keluar kelas.
“iya, aku puas banget sama semua jawabanku dari awal ujian.” Ucapku.
“wah, yakin banget nih!!” ledek Elin padaku.
“iya dong, daripada kamu! Yakin sama jawaban yang salah!” jawabku.
Kamipun terus bercanda sambil menunggu jemputan.
***
Saat sampai di rumah, aku curahkan isi hatiku ke buku diary ku.
Dear Diary
Hari ini aku lega karena ujian kenaikan kelas sudah selesai. Aku juga sangat senang karena aku yakin, saat ujian, hanya sedikit jawabannya yang aku ragukan. Tapi syukurlah, aku bisa menjawabnya.
Writter, Killa
“permisi non, tadi non dipanggil sama nyonya di suruh kumpul di ruang keluarga.”
“oh iya bi, aku mau ganti baju dulu. Nanti aku akan ke bawah.”
“iya, permisi non.”
Setelah ganti baju, akupun turun ke bawah.
“baik, sekarang Bunda Cuma akan menanyakan, bagaimana ujian kemarin? Apakah kalian bisa menjawabnya?” ucap Bunda mengawali pembicaraan.
“aku dulu yang bicara!!” teriak Tiara yang ingin menjawab duluan.
“ya sudah, bagaimana Tiara?”
“pastinya aku tidak punya kesulitan saat menjawab soal Bunda. Aku yakin jawaban ku benar karena semua yang ku pelajari keluar.”
“baiklah, Bunda bangga denganmu. Bunda harap kamu bisa mendapat peringkat 1 lagi.”
Tiara pun tersenyum.
“bagaimana denganmu Killa?” kini Bunda bertanya padaku.
“aku senang Bunda karena aku yakin jawabanku benar. Yah, walaupun hanya ada beberapa yang aku ragukan.”
“Bunda harap benar seperti itu. Bunda tidak ingin kamu mendapat peringkat 9 lagi.”
Tiba-tiba ku dengar Tiara tertawa kecil. Huuh anak itu!! Dia terlalu meremehkanku. Lihat saja nanti, aku akan mendapat peringkat 1 di kelas!
***
Hari ini aku mendengar bahwa besok adalah pembagian rapor. Berarti besok aku bisa mengetahui aku mendapat peringkat berapa di kelas.
Dan........
Waktu yang di tunggu pun tiba. Aku menunggu di kelas dengan perasaan resah, aku tidak sabar mendengar pengumuman ini.
Teettt!!!!
Bel berbunyi, semua siswa langsung duduk di tempat duduknya masing-masing.
“selamat pagi anak-anak!” sapa seorang guru yang masuk ke kelasku.
“selamat pagi bukk!!” balas siswa di kelasku serempak.
“sebelum ibu bagikan rapor siswa di kelas ini, marilah kita berdoa menurut keyakinan masing-masing. Berdoa mulai!”
“berdoa selesai! Baiklah anak-anak, ibu akan mengumumkan bahwa ada satu orang di kelas ini yang harus tinggal kelas. Bu guru harap untuk yang tinggal kelas, bisa memaklumi karena inilah hasil ujian kemarin. Dan bu guru harap untuk tahun selanjutnya, tidak ada yang tinggal kelas lagi.” jelas bu guru wali kelasku panjang lebar. Aku bingung, setauku, di kelasku tidak ada murid yang bodoh sampai-sampai tahun ini tidak naik kelas.
“apa bisa bu guru mulai?” tanya bu guru ketika teman-temanku ribut membicarakan tentang satu orang murid yang tidak naik kelas.
“bisa buk!” jawabku dan teman-temanku serempak.
“baiklah, bu guru akan membagikan rapor dan hasil ujian kenaikan kelas! Yang di panggil silahkan maju ke depan! Aulya Anasthasia!!” ternyata rapor di bagikan menurut absen kelas, berarti kemungkinan aku nomor 3 dari yang terakhir. Huuh! Sangat lama!!
“Fanny Emily Stevany!!”
“Fiola Emilda Stevany!!”
Nama dua sahabatku sudah dipanggil. Saat kulihat mereka membuka rapor, terlihat senyum yang sangat melebar di wajahnya. Itu pertanda mereka naik kelas.
“dan yang terakhir, Sakilla Kirana!!” aku sempat bingung, kenapa namaku dipanggil paling akhir? Padahal kan aku absen nomor 25.
“maklumi ya nak, ibu harus menuliskan seperti itu di rapormu.” Ucap bu guru yang semakin membuatku bingung.
Saat kubuka raporku........ Astagaa!!! Apakah ini raporku??!! Apakah wali kelasku tidak salah tulis??!! Tidak!! Tidak mungkin!! Aku sudah berjuang keras dan aku yakin jawabanku saat ujian itu pasti benar dan tidak mungkin aku ini TINGGAL KELAS!!!
“nah, itulah hasil kalian, bu guru minta maaf jika bu guru memiliki kesalahan atau terlalu keras saat mengajar kalian, ibu minta maaf sebesar-besarnya. Sekian dan terima kasih!” ucap bu guru meninggalkan kelas.
“wee!! Siapa yang tinggal kelas?” tanya ketua kelasku.
“Killa? Gimana hasil rapormu? Pasti kamu mendapat peringkat diantara 3 besar. Aku peringkat 3 loh! Dan Fanny peringkat 2. Yang peringkat 1 pasti kamu!” ujar Fiola kepadaku, aku hanya diam sambil menahan air mataku yang sudah mau keluar.
“hey, yang peringkat 1 itu aku Fio!” ujar teman laki-laki ku yang bernama Ryan.
“oh, sorry deh! Aku kan nggak tau!”
“Killa kok kamu diam saja sih? Kamu nggak dapat peringkat 10 besar? Aduh jangan di masukin ke hati dong, lagipula kamu harus senang karena bisa naik kelas dan besok kita akan menjadi kakak kelas untuk anak-anak yang baru masuk sekolah di sini.” Ucap Fio.
“siapa bilang aku naik kelas?!! Sudahlah! Aku mau pulang!!” ucapku dan langsung lari meninggalkan kelas. Saat itu semua teman-temanku langsung menoleh kepadaku tapi aku tidak peduli.
Hari ini aku benar-benar tidak menyangka. Kenapa aku bisa tidak naik kelas? Aku kan sudah belajar dan kuyakin semua yang ku jawab saat ujian itu benar.
Tiba-tiba ada sms dari Elin. Akupun membacanya.

From : Elin
La, kamu tau nggak? yang dapet peringkat 1 di kelasku itu Liliana. Trus tdi dy di tawarin tes masuk aksel di sekolah ini karena nilai2ny tinggi, tp dengan sokny dy nolak n blng klo dy pngen blajar normal aja. Sok bgt kan dy itu! Oiya, aku peringkat 4 di kelas. Km peringkat brp La? Aku yakin kamu masuk 3 besar dan pasti di tawarin kelas aksel.

Saat membacanya sms itu, aku bingung. Mana mungkin Liliana dapat peringkat 1. Dengan nilai yang sempurna lagi?. ini mustahil! Sangat mustahil. Fanny dan Fiola kan pernah bilang kalau Liliana itu masuk ke SMA ini saja pakai bina lingkungan. Dan dia juga murid yang bodoh!. Tapi kenapa aku bisa kalah sama dia?
Ah aku bingung! Tapi bisa saja sih dia menjadi pintar, kata Bunda di dunia ini tidak ada yang mustahil. Jadi kan bisa saja dia tiba-tiba pintar. Tapi entah kenapa aku masih menganggap ini mustahil.
“non..? non Killa..? non kok disini? Tadi mang cari di sekolah tapi kata temen non, non itu tiba-tiba lari nggak jelas. Udah yuk non kita pulang.” Ucap mang Udin yang melihatku bengong di pinggir jalan.
Akupun masuk ke dalam mobil. Aku jadi takut. Apa yang akan di katakan Bunda jika anak tunggalnya tidak naik kelas.
“kakk Killa!!!” teriak Tiara saat aku datang.
“kak Killa udah tepatin janji? Kan kakak pernah bilang kalau kakak akan mendapat peringkat 1 di kelas tahun ini? Coba aku lihat” tanya Tiara kecentilan.
“mana rapormu Killa?” tanya Bunda. Kini aku semakin takut.
“ahh! Ini dia Bunda!!” ucap Tiara yang ternyata mengambil raporku dari dalam tasku.
“Tiara!!” teriakku mencegah Tiara memberikannya kepada Bunda. Namun Bunda langsung mengambilnya. Kini aku pasrah dengan dunia yang begitu kejam denganku.
“Killa??!!!! Kamu tinggal kelas nak?! Bagaimana bisa?!” teriak Bunda yang tidak percaya dengan kenyataan itu. Sehingga semua pembantuku menoleh.
“hiks... hiks... Kii.. illaa ngg... ggakk tt.. aauu... Buunn... da... Kii... illaa...”
“sudah! Kenapa kamu menangis?! Seharusnya kamu tau! Ini balasan karena selama ini kamu tidak mau mendengarkan kata Bunda! Bunda kecewa denganmu nak! Kecewa bukan karena kamu tinggal kelas, tapi karena selama ini kamu tidak pernah mempedulikan Bunda!!” ucap Bunda sambil mendorongku.
“sudah nyonya! Sudah! Kasian nak Killa” ucap bi Inah membelaku.
“kamu itu hanya pembantu disini!! Tidak usah ikut campur!!”
Aku langsung berlari ke kamar. Ku kemasi semua barang-barangku ke koper yang dulu pernah ayah pakai. Aku keluar sambil menangis dan berniat meninggalkan rumahku yang selama ini menjadi bagian hidupku.
“akuu....aa..kan..tun..jukkan...ke..paddaa..Buunn..daa..kaalaauuu..akuu...sss..ay..ang...Bun..da..” aku lalu pergi tanpa tau akan kemana. Ku dengar bi Inah menangisiku. Kenapa bi Inah yang menangisiku saat aku pergi? Kenapa bukan Bunda? Ayah!!! Aku benar-benar membutuhkan ayah!!
Kini, aku bingung akan pergi kemana. Aku ingat, aku masih membawa laptop dan handphoneku. Ya setidaknya aku membawa alat-alat itu untuk menghubungi seseorang jika perlu. Aku juga membawa diaryku dan kalung berlian pemberian Ayah dan Bunda sejak aku masih kecil.
Sampai jam 10 malam, aku sms Elin, Fanny dan Fiola untuk menanyakan keberadaan mereka.
Namun apa yang mereka katakan? Elin bilang bahwa dia akan pergi ke Kalimantan untuk liburan. Sedangkan Fanny dan Fiola akan berangkat ke Jakarta besok dengan tujuan yang sama.
Ya tuhan, aku juga ingin seperti mereka, andai saja Bunda memaklumi nasibku. Tapi mustahil sekali ada anak yang bersenang-senang dengan nasibnya yang tidak naik kelas.
Akhirnya, kuputuskan untuk mencari tempat kos yang dekat dengan wilayah sekolahku.
“750 ribu per bulan dek. Gimana?” jawab ibu kos saat ku tanyai biayanya.
“mmm... nggak deh bu, makasi ya.” Akupun pergi, menurutku itu terlalu mahal.
“500 ribu dek kalau per bulan. Gimana? Apa adek mau?” ujar ibu kos di tempat lain. Setelah aku pikir-pikir, akhirnya ku terima.
Di dalam kamar kos, tidak ada AC, TV, sofa biruku, meja belajarku yang luas, tempat tidurku yang empuk semuanya tidak ada. Kini aku akan hidup dalam kesederhanaan. Ini lebih baik daripada aku hidup mewah namun tersiksa oleh perlakuan orang-orang yang membenciku.
2 minggu beralu...
Pagi ini adalah saatnya untuk kembali sekolah. Namun statusku tetap menjadi anak kelas 1 SMA. Bukan menjadi anak kelas 2 SMA seperti teman-temanku.
Pagi ini aku berangkat dengan naik sepeda. Sebenarnya saat aku kabur dari rumah, aku tidak membawa sepedaku. Namun bi Inah pernah melihatku di tempat kos ini, jadi dia membawakanku sedikit uang dan sepedaku.
“hey lihat adik kelas kita itu! Dia naik sepeda!! Hahaha!!” ku dengar suara Liliana menertawakanku. Aku tidak mau bertengkar dengannya. Kini aku sudah sadar kalau dia adalah kakak kelasku.
“Killa...” ku dengar suara Elin.
“oh, hai Elin. Gimana sekarang rasanya jadi kakak kelas? Pasti menyenangkan. Oh iya maafkan aku, seharusnya aku memanggilmu dengan sebutan ‘kak’ sorry ya.”
Tiba-tiba Elin memelukku. “Killa kamu jangan kaya gitu, kita ini sahabat. Kamu nggak perlu panggil aku dengan sebutan aneh itu. Kamu tetap sahabatku Killa.” Elin mengucapkan kata-kata itu seperti tidak mau kehilanganku.
Saat di kelas.....
“hai!” sapa seseorang di sampingku. Sepertinya dia anak baru disini.
“oh, hai juga!” jawabku.
“kok kemarin aku nggak lihat kamu sih waktu MOS? Oh iya, perkenalkan aku Latifa Hadatin. Panggil saja aku Datin.”
“hai Datin! Aku Sakilla Kirana, nama panggilanku Killa.”
“namamu sangat bagus Killa!”
“namamu juga lebih bagus Datin.”
“terima kasih. Tadi kamu belum jawab pertanyaanku. Kamu kenapa tidak ikut MOS? Kamu dari SMP mana?”
“aku... kemarin aku demam jadi tidak bisa ikut MOS. Dan aku dari SMP Kesuma 1.”
“ku dengar itu kan SMP favorit. Wah berarti kamu memang cocok sekolah disini.”
“makasi, kamu dari SMP mana?”
“aduh, tapi kamu jangan ketawa ya. Aku dari SMP 12 yang di pojokan desa itu. Aku akui itu memang SMP yang jelek tapi aku bangga bisa masuk SMA disini.”
Ternyata Datin ini adalah orang desa. Pantas saja bicaranya sopan sekali dan gayanya sangat berbeda dengan yang lainnya.
Setelah itu gurupun masuk. Rasanya seperti pertama aku masuk dulu.
Saat pulang....
“hai Killa! Lho? Kamu pulang pakai sepeda?” sapa Datin melihatku masuk ke tempat parkir.
“hai Datin, aku memang naik sepeda. Kenapa?”
“wah, maaf kalau kamu tersinggung. Aku kira kamu itu di jemput pakai mobil. Kalau kamu naik sepeda, kita pulang bersama saja!”
“boleh, yuk!”
Akhirnya akupun pulang bersama Datin.
“rumah kamu dimana Killa? Pasti rumahmu besar ya?!” tanya Datin yang masih penasaran denganku.
“ah kamu ini ada-ada saja!” jawabku.
“ceritakan saja, aku kan pengen kapan-kapan main ke rumahmu.”
“nanti saja ku ceritakan. Kamu saja yang duluan cerita. Oh ya, untuk kali ini, boleh tidak aku main ke rumahmu?”
“aduh kamu ini kan sudah punya rumah bagus, seharusnya kamu nggak perlu main ke rumah orang apalagi rumah orang itu jelek.”
“aduh Datin, apa salah kalau aku cuma mau jadi teman baik sehingga harus mengenalmu lebih jauh.”
“ya sudah Killa, terserah kamu saja. Tapi kamu jangan menyesal ya mampir ke rumahku. Rumahku itu kecil. Tapi menurutku, kelebihan rumahku itu adalah halaman dalam dan luarnya yang bersih. Aku dan Ibu selalu bekerja sama untuk membersihkan rumah. Kata Ibuku, walaupun rumahku kecil, kita akan tetap merasa nyaman jika lingkungannya bersih.”
Aku terdiam mendengarnya. Selama ini yang memiliki tanggung jawab membersihkan rumah adalah pembantu-pembantuku. Tapi Datin, dengan kehidupannya yang kurang, ia bisa bekerja sama dengan Ibunya agar kehidupannya bahagia. Aku saja yang sudah hidup mewah, tetap saja merasa kurang.
“hai?? Haii?  Killa!!”
“eh.. kenapa?”
“kok jadi bengong sih?”
“nggak papa kok. Oh iya, kamu nggak tinggal sama ayahmu? Ayahmu kemana?”
“sebenarnya ayah dan ibuku cerai saat umurku masih 4 tahun dan saat kakakku berumur 7 tahun. Nama kakakku Mala. Ibu memilih mengajakku dan ayah memilih mengajak Mala untuk tinggal bersamanya. Aku sangat rindu dengan mereka.”
“mm... maaf ya kalau pertanyaanku membuat kamu sedih.”
“nggak apa apa. Oh iya, udah sampai di rumahku nih!”
Akupun masuk ke rumah Datin. Yang dikatakan Datin ternyata memang benar, rumahnya sangat bersih.
“Umi, Datin udah pulang mi” teriak Datin.
“Umi?” tanyaku.
“ya, tadi aku tidak sempat bilang kalau aku memanggil ibuku dengan sebutan Umi.” Jelas Datin.
“Umi!!” teriak Datin sekali lagi.
“apa kamu yakin Ibumu ada di rumah?” tanyaku kepada Datin.
“ku rasa tidak, pasti dia sedang di sawah atau nggak lagi nyari pesanan baju yang akan di jahit atau di cuci ke rumah warga.” Ternyata ibunya bekerja seperti itu.
“kalau begitu apa ibumu menitipkan kunci rumah?”
“rumah ini terkunci dari dalam. Cara membuka kunci dari dalam itu lewat papan ini.” Datin langsung memasukkan tangan kanannya ke lubang yang di maksud. Papan itu bewarna sangat sama seperti dinding lainnya. Mungkin itu cara orang desa jika tidak memiliki kunci rumah.
“kalau begitu kenapa kamu tidak membuka pintu ini dari tadi? Kan kamu tau cara membukanya.” Tanyaku lagi.
“itu kan tidak sopan. Umi pasti marah kalau aku membuka pintu tanpa permisi terlebih dahulu.” Aku terkagum-kagum mendengar Datin mengucapkan kata-kata itu.
“kamu hebat Datin.” Pujiku kepada Datin.
“kamu yang lebih hebat Killa. Dibandingkan dengan aku, seperti bumi dan langit.” Jawabnya lagi.
“memangnya kenapa? Kok kamu bilang begitu?”
“tentu saja. Kamu itu orang yang kaya dan bijaksana. Sedangkan aku, orang miskin dan kampungan.”
“tapi aku kagum dengan sifatmu.”
“ya, terima kasih kalau begitu.”
Setelah itu Datin mengganti bajunya dan membawakanku segelas air putih.
“Datin, aku mau curhat sama kamu.” Ucapku mengawali pembicaraan.
“curhat? Mm... curhat itu artinya menceritakan sesuatu ya?” tanya Datin bingung.
“iya,”
“oh, maaf. Aku baru mendengar kata-kata itu.”
“nggak papa.”
“ya sudah, sekarang kamu mulai cerita.”
“aku merasa kurang bahagia dengan hidupku.” Keluhku mulai menceritakan kepada Datin.
“kenapa?”
“rasanya tidak ada yang peduli denganku.”
“memangnya siapa? Dan kenapa?”
“aku punya Bunda yang hanya peduli dengan adik tiriku. Sedangkan aku tidak di pedulikan dan dia membiarkanku begitu saja saat aku nekat pergi dari rumah. Ayahku sebenarnya sudah meninggal. Dia sosok yang sangat ku rindukan. Aku rindu kasih sayang Bundaku, Ayahku, teman-temanku... aku sangat rindu masa kecilku..” ucapku sambil sedikit meneteskan air mata.
“seharusnya kamu bahagia.. menurutku banyak yang peduli denganmu. Sejak kecil kamu sudah merasakan kasih sayang ibumu, ayahmu. Sedangkan aku, sejak kecil aku sudah memiliki nasib malang sampai sekarang.”
Aku langsung memeluk Datin. Dia adalah orang yang memberiku semangat ketika aku putus asa. Dia sangat mengerti aku. Tidak seperti temanku yang lain yang hanya berkata “sabar ya Killa” saat aku putus asa.
“Killa, kamu jangan nangis seperti itu. Kita arahkan saja pembicaraan ini, ke hal-hal yang menyenangkan. Kata Umi itu lebih baik daripada menghabiskan air mata.” Ucap Datin.
“iya... aku tersenyum Datin”
“nah, itu lebih baik.”
“Datinn..”
“iya”
Aku boleh minta tolong nggak?”
“tentu saja.”
“selama ini aku tinggal di sebuah kos-kosan. Aku harus membayarnya disana setiap bulan. Ku yakin aku pasti tidak sanggup membayarnya untuk kebutuhan hidupku selamanya. Aku minta tolong, bolehkah aku tinggal di rumahmu? Kalau kamu mau, aku akan membantu kehidupanmu dan ibumu.”
“tentu saja aku memperbolehkan. Aku pasti tidak kesepian lagi.”
“terima kasih Datin.”
“kalau begitu sekarang kita ambil barang-barangmu di tempat kos.”
“ayoo..”
Akupun pergi ke tempat kos ku bersama Datin. Saat sampai di rumah Datin. Ternyata pintunya terbuka lebar, itu tandanya ibunya Datin sudah kembali ke rumah.
“Umii!!” teriak Datin memanggil ibunya.
“Datin, kamu kemana tadi? Kok bawa barang-barang mewah ini?”
“ini barang-barang bukan punyaku, tapi punyanya temanku. Namanya Killa.”
Aku langsung menyalami tangan ibunya Datin.
“saya Killa Umi, teman sekelas Datin di sekolah.”
“aduh cantiknya.” Puji ibunya Datin kepadaku.
“makasi Umi.” Jawabku.
“umi, boleh tidak Killa tinggal bersama kita di rumah ini?” ucap Datin.
“pasti boleh. Tapi kenapa nak Killa ini mau tinggal di rumah ini? Rumah ini kan kecil. Dan pastinya rumah nak Killa di kota itu sangat besar.” Tanya ibunya Datin kepadaku.
“aduh umi, nanti saja kalau mau bertanya. Yang penting sekarang umi bantu-bantu membersihkan kamar barunya Killa.”
“umi tidak bisa Datin, kerjaan umi masih menumpuk. Maaf ya nak Killa, umi tidak bisa bantu. Nanti umi janji akan buatkan masakan yang enak untuk nak Killa dan Datin.”
“nggak papa kok umi. Killa ngerti.”
Akupun langsung membereskan kamar baruku. Kamar yang sangat sederhana.
Malamnya aku makan bersama Datin dan ibunya.
“Killa, bisa kamu ceritakan sedikit tentang masalah kamu. Maaf kalau umi bilang begini.” Tanya ibunya Datin kepadaku.
“ceritanya sangat panjang. Sebelumnya aku minta maaf Datin, aku bohong sama kamu. Sebenarnya aku tidak ikut MOS bukan karena demam, melainkan karena tahun kemarin aku tidak naik kelas” jelasku sambil menunduk malu.
“yang benar saja? Tapi aku mengerti perasaan kamu kok kalau tadi kamu menceritakan yang sebenarnya.” Ucap Datin.
“terima kasih Datin.”
“iya, sekarang lanjutkan apa yang mau kamu ceritakan.”
“aku memang dari keluarga kaya, aku anak tunggal dari ibu Rosalina dan Alm. Prof. Heriyanto . semuanya berawal pada saat Bunda mengangkat seorang anak kecil yang ternyata akan menjadi adik tiriku yang sangat menyebalkan. Namanya Tiara. Saat Tiara menjadi anggota keluargaku, semuanya berubah. Satu hal yang berubah akibat Tiara yang sangat ku benci adalah Tiara merebut perhatian Bunda dariku. Ia membuat Bunda tidak percaya lagi kepadaku. Dia selalu mengusik kesenanganku bahkan bisa dikatakan Tiara adalah parasit untukku. Jika kuceritakan kepada Bunda, Bunda tidak akan mendengarkannya. Kemarin saja saat aku diketahui tidak naik kelas, Bunda dengan tega mengusirku, anak kandungnya sendiri. Oleh sebab itu kini aku pergi tanpa tujuan.” Jelasku panjang lebar.
“aku bisa membayangkan bagaimana liciknya adik tirimu itu.” ucap Datin.
“lalu, kapan nak Killa akan kembali ke rumah yang asli?” tanya umi.
“belum tau.”
“yang sabar saja ya nak Killa.”
“iya umi”
“uhuk! Uhuk!! Aduh Datin, umi mau ke kamar dulu. Tolong ambilkan obat umi di meja depan.” Ucap umi sambil terbatuk-batuk.
“ini umi, minum obatnya. Sepertinya umi kelelahan. Seharusnya umi berhenti bekerja kalau sudah lelah. Nanti biar aku yang menggantikan umi.” Ucap Datin.
“iya, maafkan umi sudah buat kamu gelisah. Tapi untuk kali ini umi pusing sekali. Umi mau istirahat.”
“iya, memang sebaiknya umi istirahat.”
Aku dan Datin lalu keluar dari kamar umi. Malam ini, aku tidak langsung tidur di kamarku, melainkan menemani Datin di kamarnya.
“lho Killa? Kok belum tidur? Kenapa? Nggak nyaman ya karena tempatnya? Maaf ya Killa kalau kamar yang aku sediakan tidak seperti kamarmu di kota.” Ucap Datin melihatku belum tidur.
“nggak papa kok, aku Cuma belum ngantuk aja. Oiya, kamu rajin sekali belajar, pantas saja bisa masuk SMA favorit. Emm... sebenarnya aku minta maaf, karena ada aku, ibumu jadi harus mencari nafkah lebih banyak sampai sakit-sakitan. Maafkan aku ya. Aku janji akan membantumu dan ibumu mencari nafkah.”
“iya, umi memang sering sakit-sakitan. Sepertinya dia punya penyakit yang selalu membuatnya kelelahan.”
“kenapa tidak dibawa ke dokter saja?”
“umi tidak mau, katanya takut nanti biayanya banyak.”
Akupun mengobrol sampai jam menunjukkan pukul 10 malam.
***
Paginya, sekitar jam 3 malam, ku dengar suara yang lumayan berisik sehingga membuatku bangun. Saat keluar, ternyata Datin sudah bangun sambil menyiapkan alat-alat yang entah untuk apa.
“lho kok kamu bangun sih? Maaf ya kalau aku berisik.” Ucap Datin melihatku bangun.
“nggak papa kok. Kamu mau kemana?” ucapku yang masih ngantuk.
“mau cari kodok sawah untuk di jual umi besok pagi.”
Aku berpikir sejenak. kalau aku tidak membantu, itu tidak baik karena sekarang aku menumpang di rumahnya. Tapi rasanya tidak mungkin karena aku ngantuk sekali. Emm... ya sudahlah aku bantu saja, tadi malam kan aku berjanji mau membantu mencari nafkah.
“Killa kok bengong? Ngantuk ya? Sudah gih kamu tidur aja, aku juga mau berangkat kok.”
“tunggu dulu Datin jangan berangkat, aku mau ikut!”
Akupun langsung bergegas mengambil jaket dan sendalku.
“ayo kita berangkat.”
“kamu yakin mau ikut? Nggak takut besok ngantuk di sekolah?”
“mau nggak mau ya harus ikut, aku kan harus bantu kamu cari nafkah. Lagipula biar aku lebih biasa bangun pagi.”
“ya sudah”
Kamipun berangkat ke sawah yang tidak jauh dari rumah Datin.
Saat sampai di sawah..
“gelap banget” ucapku.
“namanya juga masih malam, ya jelas gelap. Ya udah, kamu berani pegang kodok nggak?” ujar Datin.
“berani sedikit.”
“itu sih namanya belum berani. Kalo gitu kamu bantu aku bawa senter ini.”
“iya deh, lumayan gampang.”
“tapi sendal kamu di lepas dulu”
“aduh males juga sih, tapi iya deh daripada nanti sendalku tenggelam di lumpur.”
Setelah itu, aku dan Datin langsung mencari kodok sawah. Ternyata sangat sulit berjalan di atas lumpur. Tapi kulihat Datin seperti sudah terbiasa. Setelah selesai mencari kodok sawah sekitar jam 5 pagi, kamipun pulang.
Saat sampai di rumah...
“wah capek juga ya!” ujarku.
“kalau gitu kamu istirahat aja dulu, lagipula masih jam 5.”
“ntar dulu deh! Oiya! Kita dapat berapa kodok?”
“lumayan, ada 9 kodok!”
“wah iya, banyak juga tuh. Kalo dijual satu ekor berapa?”
“biasanya kalo besar Cuma dua ribu. Yang kecil seribu.”
“kok murah banget sih? Emm.. aku punya ide!”
“ide apa?”
“gimana kalo kita pelihara kodok di belakang rumah?”
“dari dulu sih maunya gitu, tapi tanah ini bukan milik umi.”
“jadi rumah ini rumah sewaan?”
“iya.”
“berapa bayarnya?”
“tiga puluh ribu per bulan”
“kenapa tidak bilang dari tadi. Nanti kita beli saja tanah ini, pakai uangku di bank.”
“kamu yakin?”
“tentu, ini kan akan menjadi rumahku.”
“makasi ya Killa.”
“iya Datin. Kalau begitu nanti sepulang sekolah kamu antar aku ke rumah lamaku. ATM ku masih tertinggal di kamarku.”
“iya”
Saat sepulang sekolah, aku langsung menelpon bi Inah. Dan ternyata tidak ada siapa-siapa di rumah. Ingin rasanya aku bertemu Bunda, tapi seperti biasa ia bersenang-senang dengan parasit itu.
“bi Inah!!” teriakku sambil melambai-lambaikan kepada bi Inah. Bi Inah langsung keluar dan membukakan pintu untukku.
“ya ampun non, bibi kangen banget sama non. Non mau tinggal disini lagi kan?” ucap bi Inah kepadaku.
“maaf ya bi, untuk kali ini aku cuma mau ambil ATM aku yang ketinggalan di kamar. Kamar aku nggak ada yang pake kan?”
“kamar non sekarang di jadikan tempat latihan musik non Tiara.”
“ya udah deh, lemari aku yang biru itu dimana?”
“kalo lemari non ada di gudang, ayo ikut bibi.”
Akupun pergi ke gudang, sedih rasanya saat masuk ke rumah lamaku. Rumah tempatku bercanda tawa bersama Bunda dan Ayah ketika masih kecil.
“ini non lemarinya.” Ucap bi Inah menunjuk lemari biruku.
“rumah kamu bagus banget Killa, kalo aku jadi kamu, aku nggak akan ninggalin rumah sebagus ini.” Ucap Datin setelah dari tadi bengong melihat rumah lamaku.
“kamu ini ada-ada saja. Oiya bi, kenalin ini Datin teman baru ku”
“iyaa, saya bi Inah pembantunya non Killa.”
“aku Datin.”
“nah ini dia ketemu ATMnya. Ya udah bi, makasi ya. Aku mau balik dulu ke rumah.”
“iya non, sering-sering mampir kesini ya.”
“pasti bi, daa bibi!!”
Akupun kembali ke rumah. Setelah selesai makan aku mengajak Datin pergi ke ATM.
“berapa harga tanah itu Datin?”
“mungkin lumayan murah untukmu, tanah itu kan sempit.”
“oke, aku periksa dulu uangku berapa, kemarin sih masih banyak.”
Saat ku periksa, ternyata uangku sedikit sekali. Pasti Tiara yang mengambilnya sebagian.
“Datin, ayo kita pulang, aku sudah selesai.” Ucapku.
“ayo!”
Saat sampai di rumah, terlihat sangat ramai.
“astaga! Itu pasti orang yang mau menyita rumahku!” teriak Datin.
Akupun langsung berlari menuju orang yang memarah-marahi umi.
“woy!! Sombong banget sih lo!” ucapku membentak orang itu.
“siapa kamu?! Beraninya membentakku!” balasnya dengan tegas yang membuatku ketakutan. Tapi aku berusaha berani.
“lo nggak perlu tau siapa gue! Sekarang gue mau tanya, berapa harga tanah ini! Gue bakalan beli!”
“tanah yang sempit ini?! 8 juta!”
“mahal sekali! Ini tidak adil!”
“tentu saja mahal! Apa kau tau? Si tua ini sudah berhutang lebih dari satu juta denganku!”
“oke! Nggak masalah! Gue lunasin, nih! Lo makan tu uang!”
Orang itu lalu tersenyum kecut dan menyuruh anak buahnya kembali pulang.
Umipun langsung menangis.
“sudahlah umi, umi kenapa nangis?”
“umi bingung nak, untuk membayar hutang lebih dari satu juta saja umi tidak sanggup apalagi sampai 8 juta”
“maksud umi?”
“umi nggak bisa bayar hutang umi di Killa.”
“ya ampun umi, Killa ikhlas kok. Umi nggak usah bingung. Sekarang tanah ini milik kita.” Ucapku menambahkan.
Kamipun berpelukan.
setelah empat bulan lebih aku tinggal di rumah sederhana ini, aku sangat senang. Disini aku dapat bebas bercanda tawa, bermain dan tidak pernah larut dalam kesedihan. Prestasiku di sekolah juga sangat bagus. Hanya saja aku dan Datin sering bermasalah dalam pembayaran SPP dan lain sebagainya. Tapi aku dan Datin menanggapinya dengan santai sehingga kami dapat melunasinya setiap bulan. Modalku dan Datin adalah kodok-kodok di belakang rumah. Aku juga berpikiran akan berternak ikan hias, dan yang lainnya.
Dear Diary
4 bulan lebih aku tinggal di rumah Datin. Rumah yang sederhana tapi penuh keceriaan. membicarakan tentang rumah, aku jadi teringat rumah lamaku. Aku jadi teringat Bunda. Ku akui, aku sering kasar kepada Bunda, ku akui aku sering terbawa emosi, tapi apakah Bunda tau? Aku sangat menyayanginya. Semenjak ayah tidak ada, aku ingin mendapatkan perhatian dari Bunda. Ku harap suatu hari nanti aku bisa bertemu dengan Bunda.
Writer, Killa

Hari ini ku jalani seperti biasa. Mengerjakan tugas, mengurus kodok, dan yang lainnya. Tapi tiba-tiba...
“Killa!” teriak Datin memanggilku.
“kenapa?!”
“umi masuk rumah sakit, tadi dia pingsan waktu jualan kue, dia juga mimisan darah.”
“rumah sakit mana?”
“rumah sakit kota.”
“ya sudah ayo kita kesana!”
Aku dan Datin langsung pergi ke rumah sakit menggunakan sepeda, memang sangat mustahil akan sampai tepat waktu.
Saat sampai di rumah sakit, aku langsung menanyakan kamar umi. Kamipun sampai dan menunggu dengan sangat cemas. Hingga dokter yang memeriksa umi keluar dari kamar.
“dok, ibu saya kenapa?” ucap Datin.
“berdasarkan hasil pemeriksaan, ibu anda pernah menjadi pendonor ginjal. dan sekarang ia memiliki satu ginjal yang tidak sehat. Saya rasa dia harus segera mendapatkan donor ginjal.” jelas dokter.
“saya akan menjadi pendonornya dok. Periksa ginjal saya.” Ucap Datin.
“baiklah, ikut saya.”
Setelah beberapa menit, dokter itu datang lagi.
“maaf sekali dik, hasil pemeriksaan menyatakan kalau ginjal adik tidak cocok.” Ucap dokter.
Datin langsung menangis, ia tidak dapat menerima kenyataan ini.
“dok, periksa ginjal saya.” Ucapku. Aku sangat mengerti perasaan Datin. Dia pasti tidak mau kehilangan ibunya yang sangat ia sayangi.
“Killa....?”
“tenang Datin, kamu harus tenang. Berdoalah agar hasil pemeriksaan cocok.”
Akupun pergi ke ruang pemeriksaan. Setelah menunggu, dokter itu datang.
“berdasarkan hasil pemeriksaan, ginjal adik ini cocok.” Ucap dokter.
“benarkah? Kalau begitu sekarang juga saya akan mendonorkan ginjal saya.”
“Killa? Kamu yakin?” Datin menambahkan.
“kamu tenang saja, aku akan baik-baik saja.”
Akupun mendonorkan ginjalku kepada umi. Orang yang sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri. Senang rasanya dapat menyelamatkan nyawa orang yang begitu berjasa kepadaku.
Setelah selesai...
“umii...”
“Datinn...”
Kedua orang itupun berpelukan. Tak terasa air mataku menetes, andai saja kali ini Bunda memelukku seperti itu.
“Killa? Kenapa diam disana? Ayo kesini nak.”
Akupun memeluk umi.
“umi, apa umi tau? Yang mendonorkan ginjalnya untuk umi itu Killa.” Ucap Datin.
“benarkah itu nak?”
Akupun menggangguk.
“ya ampun nak, suci sekali hatimu. Kenapa kamu mendonorkan ginjalmu untuk umi? Kamu tau, hidup dengan satu ginjal itu sangat sulit.”
“nggak papa umi, aku senang sudah bisa bantu umi.”
Setelah itu, kamipun merundingkan bagaimana cara membayar di rumah sakit.
“umi, Datin nggak punya uang banyak. Datin bingung.”
“Datin, aku kan punya laptop dan handphone yang masih bagus, kita jual saja barang itu. Nanti kalau kurang, kita cari lagi.” ucapku.
“nggak mungkin Killa, kamu kan sudah mendonorkan ginjalmu, masa sekarang kamu juga yang berkorban.”
“nggak papa kok, aku ikhlas.”
“makasi ya Killa, kamu sudah baik sekali sama keluargaku.”
“keluargamu adalah keluargaku juga.”
Akupun menjual barang-barangku. Ternyata masih kurang.
“Killa, bagaimana ini? Uangnya masih kurang.”
“emm... kita minta bantuan saja dulu ke teman-temanku. Nanti kita bayar sewaktu-waktu. Mereka pasti mengerti kok.”
Aku dan Datin lalu pergi ke rumah Elin.
“Killa... ya ampun aku kangen banget sama kamu.” Ucap Elin melihatku datang ke rumahnya.
“aku juga kangen, tapi kali ini aku lagi punya masalah.”
“masalah apa?”
“aku mau membantu temanku untuk membayar biaya ibunya di rumah sakit. Aku sudah menjual laptop dan handphoneku tapi ternyata masih kurang.”
“tunggu disini.”
Elin lalu masuk ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian dia kembali.
“ini, ambil celenganku. Dan ini juga, uang dari ibuku.”
“ibumu? Kenapa dia tidak keluar?”
“ibuku sedang sakit, aku mengerti kok perasaan temanmu. Ini ambilah.”
“makasi ya Elin, nanti aku pasti akan menggantinya.”
“iya Killa.”
Akupun kembali pulang. Saat di hitung, ternyata uangnya cukup. Kamipun langsung membayarnya dan membawa umi pulang ke rumah.
Di rumah, umi dan Datin terus berterima kasih kepadaku. Aku sangat mengerti mereka. Mereka sudah kuanggap sebagai keluargaku.
Malamnya, kulihat mereka dapat tidur dengan nyenyak. Aku sangat senang, mungkin karena semua masalah sudah terselesaikan. Akupun ikut larut dalam dinginnya malam.
Paginya, Aku kembali melakukan aktifitas seperti biasanya.
Tak terasa, sebentar lagi adalah ujian umum kenaikan kelas. Aku dan Datin sangat ingin masuk kelas akselerasi yaitu kelas orang-orang pintar. Ya, walaupun aku dan Datin hidup sederhana, tapi kami sangat yakin karena kami tidak ingin menyusahkan umi. Aku juga ingin membuktikan kepada Bunda bahwa aku bisa menjadi lebih baik dari yang dulu.
Hari ini adalah hari pertama ujian umum kenaikan kelas. Aku sangat berhati-hati dalam mengerjakan soal ulangan.
1 minggu kemudian...
Di sekolah..
“huh!! Akhirnya selesai juga ulangannya.” Ucapku.
“iya, sekarang kita bisa beristirahat.” Balas Datin.
“eh, anterin aku ke toilet dong.”
“ayo,”
Saat melewati ruang guru, aku ditahan oleh Bu Hani.
“kamu Sakilla Kirana yang pernah tinggal kelas itu kan?” ucap bu Hani dengan suara tegasnya.
“i..iya, saya bu. Ada apa ya?” jawabku gugup.
“kamu dipanggil ke ruang kepala sekolah sekarang!”
“mm,, baik buk!!”
Akupun menarik tangan Datin untuk ikut denganku. Pada saat sampai di depan ruang kepala sekolah..
“Datin, kamu tunggu aku disini ya!” ucapku.
“iya.”
Akupun masuk ke ruang kepala sekolah, perasaanku jadi resah. Apakah aku punya kesalahan lagi? ternyata di ruang kepala sekolah ada Liliana juga.
“permisi pak. Apa bapak memanggil saya?” ucapku gugup.
“kamu Sakilla Kirana?”
“benar pak.”
“duduk disini.”
Akupun duduk di samping Liliana. Dia sempat melihatku tapi aku tidak berani menatapnya.
“apa benar kamu pernah tinggal kelas? Sakilla?”
“iya pak.”
“baik, dan untuk Liliana, apa benar pada saat kenaikan kelas kemarin, anda pernah di tawari kelas akselerasi dan anda menolaknya?”
“iya pak.”
“baiklah, sebenarnya, ada masalah pada saat kenaikan kelas kemarin dan pihak sekolah baru mengetahuinya sekarang. Entah siapa yang melakukannya, tapi orang itu telah membuat semuanya salah paham. Nak Sakilla dan nak Liliana, rapor kalian pernah tertukar tahun lalu.”
Sontak akupun kaget. Tapi kulihat Liliana tidak kaget dan hanya menundukkan kepalanya. Aku tetap tidak mau angkat bicara.
“jadi, keputusan saya sekarang adalah, pada saat kenaikan kelas tahun ini, kalian akan mendahului pengambilan rapornya. Dan, kalian akan bertukar posisi. Sakilla akan masuk kelas akselerasi dengan pembelajaran yang lebih cepat agar tahun berikutnya dapat langsung mengikuti Ujian Nasional. Karena saya pikir, jika Sakilla ini langsung naik ke kelas 3, saya tidak yakin anda bisa beradaptasi karena belum mempelajari pelajaran kelas 2. Jadi, apa nak Sakilla bisa menerima keputusan saya?”
“iya pak, saya akan mencobanya.” Jawabku.
“baiklah, untuk Liliana, tahun berikutnya kamu akan tinggal kelas yaitu tetap di kelasmu sekarang. Apa keputusan saya bisa di terima?”
Kulihat Liliana hanya menggangguk dan tidak berani mengangkat kepalanya.
“baiklah, untuk keputusan saya selanjutnya akan di bicarakan dengan orangtua masing-masing. Sekarang kalian berdua bisa kembali ke kelas. Terima kasih.”
Akupun bersalaman dengan kepala sekolah lalu keluar dari ruangan.
“Datin!!” teriakku memanggil Datin.
“oh, hai Killa! Udah selesai ya?”
“iya”
“tadi kepala sekolah bilang apa?”
“sudah, nanti saja ku ceritakan di rumah. Kita balik ke kelas aja dulu.”
“oke, nggak jadi ke toilet?”
“udahlah, mood ku hilang.”
“haha..”
Aku dan Datin lalu kembali ke kelas.
Di rumah...
“ayo Killa, cerita dong.” ujar Datin.
“iyaiya!” akupun menceritakan semuanya kepada Datin. Dia sempat terbengong mendengar ceritaku.
“Liliana anak berambut sebahu yang sombong itu ya?” ucap Datin selesai mendengar ceritaku.
“yupp!”
“yah, dia kena karmanya tuh!”
Akupun tertawa bersama Datin. Aku jadi teringat Bunda. dulu kan Bunda pernah salah paham sehingga mengusirku. Aku akan bertekad mengunjungi Bunda, aku sangat merindukan Bunda.
Dear, Diary
Lama aku tidak menulis di diary ini..
Diary.. aku sekarang mengetahui semua yang terjadi dulu. Ternyata raporku dan Liliana pernah tertukar dan seharusnya pada saat itu aku bisa membanggakan Bunda karena seharusnya aku ditawari kelas akselerasi. Tapi apa daya, ini semua sudah takdir tuhan. Aku yakin, semua ini akan berakhir bahagia.
Writter, Killa

Setelah menulis di diary, kurasakan kepalaku sangat pusing. Akupun beranjak ke tempat tidur dan terlelap.
4 hari kemudian..
tok.. tok..!
“iya, sebentar.”
Akupun membukakan pintu. Ternyata Datin dan umi.
“lho, umi kok bisa sama Datin?”
“iya tadi ketemu di jalan. Umi lagi pengen pulang, mau lihat hasil rapornya Datin.” Ucap umi. Datin hanya tersenyum.
Kamipun berkumpul di ruang keluarga.
“umi, aku peringkat 1 di kelas!” ujar Datin.
“wah hebat! Coba umi lihat.”
Kulihat umi dan Datin tersenyum dan berpelukan.
“lho Killa? Kenapa diam disana? Ayo kesini!” ucap umi kepadaku.
“umi, aku punya kejutan lagi. aku ditawari kelas akselerasi.”
“benarkah? Kamu memang hebat!”
Kami semua lalu berpelukan.
***
“Datin, aku mau keluar bentar ya. Aku mau ke supermarket dulu.” Ucapku kepada Datin.
“aku temani?”
“tidak perlu, kamu diam saja di rumah.”
“baiklah. Hati-hati ya.”
“iya”
Akupun pergi ke supermarket menggunakan sepeda.
Saat keluar dari supermarket, ku lihat seorang ibu bersama anaknya yang sepertinya ku kenal. Dia berada di pojok tembok bangunan yang tersembunyi. Kulihat ternyata dia tengah berusaha lolos dari perampok. Setelah kuperhatikan, ternyata dua orang itu adalah Bunda dan Tiara! Akupun lalu berlari ke arah mereka.
“kak Killa!” teriak Tiara melihatku. Aku tidak menghiraukannya, aku lalu menyerang perampok itu dari belakang. Perampok itu lalu memukul pipiku. Rasanya sangat sakit. Ku dengar Bunda berteriak meminta tolong sambil menangis. Kulihat juga Tiara berusaha memukul perampok itu tapi ternyata Tiara malah jatuh tak berdaya. Bundapun berusaha membantuku, tapi perampok itu tidak peduli.
Dan tiba-tiba saat aku hendak mendorong perampok itu dengan seluruh tenagaku, kurasakan sebuah benda tajam menusuk tepat ke arah jantungku. Spontan akupun mulai pasrah menerima apa yang akan terjadi selanjutnya. Tiba-tiba kulihat Datin memukul kepala perampok itu menggunakan kayu dari belakang. Setelah itu kulihat mobil-mobil polisi mulai berdatangan untuk mengamankan perampok yang telah menganiayaku. Kulihat juga mobil ambulance datang dan para pekerjanya memasukkanku ke dalam mobil ambulance itu. Masih terdengar suara tangis Bunda, Tiara, dan Datin. Tapi apa daya semuanya telah terjadi dan menimpaku.
Di rumah sakit, aku langsung di bawa ke ruang UGD. Di ruangan itu, dokter dan perawat-perawatnya berusaha menyadarkanku dan mengobatiku. Tapi tetap saja, aku tetap terbaring lemah dan akhirnya aku dapat membuka mataku. Aku sadarkan diri!
Saat dokter keluar dari ruangan untuk memberitahu apa yang terjadi padaku, Bunda, Tiara, Datin, umi dan semua pembantuku masuk ke dalam kamar.
“Killa...!!!! maafkan Bunda nakk!!! Maafkan Bunda..!!” ucap Bunda sambil menangis memelukku.
“kak Killa, Tiara minta maaf kak. Tiara selalu egois sama kakak. Tapi disaat kakak nggak ada, Tiara kangen banget kak.! Maafin Tiara kak.” Ucap Tiara, adik tiri yang selama ini ku benci ternyata ikut menangis disaat ku tertimpa musibah.
“Killa, kamu jangan pergi ya, kita masih pengen kamu hidup Killa. Kita semua sayang sama kamu.” Ucap umi. Sedangkan Datin berusaha tersenyum walaupun sebenarnya air matanya sudah deras mengalir.
“Bun..dda.. aa..kkuu,, minn..taa ma..aff.. a..kuu ss..aa..yyanngg.. Bunn..dddaaa.. Kiill..aa ss..aaayyy..anngg.. Tii..arraaa.. Da..ttiinn... uu...mmii... Kill..aaa.. sss...aaayyyan..nggg kkaalliiaann... ssemmuuaa....”          
Tiittt.... akupun menghembuskan nafas terakhirku diiringi tangisan orang-orang yang menyayangiku.
Ya tuhan... apakah ini akhir hidupku? kenapa kau ambil nyawaku disaat kau pertemukan aku dengan Bunda? kenapa kau ambil nyawaku disaat adik tiriku meminta maaf kepadaku? Kenapaa?? Aku masih ingin bahagia, layaknya anak yang lain. Aku ingin di peluk Bunda disaat terakhir dalam hidupku. Aku ingin melihat senyuman Bunda, Tiara, Datin, umi, sahabat-sahabatku, dan pembantu-pembantuku yang selalu setia kepadaku.
Ya tuhan.. bagaimana nanti aku akan dikenang oleh teman-temanku? Bagaimana nanti aku akan dikenang oleh Bunda? Tiara? Tapii.. jika memang ini kehendakmu, aku akan ikhlas menerimanya. Aku senang, di akhir hidupku yang singkat ini, aku bisa melihat Bunda membelaiku seperti layaknya saat aku masih kecil. Sekarang aku mengerti, betapa berharganya hidupku ini.
Kini.. aku sedang berjalan melewati ruangan yang putih. Di pojok sana ku lihat Ayah berdiri, dia tersenyum kepadaku. Akupun berlari ke arah Ayah. Sekarang aku tau, semua orang selalu menyayangiku. Ada atau tiadanya aku. Ku harap mereka mengenangku sebagai Killa yang selalu tersenyum, tertawa, apapun yang terjadi, karena aku juga sangat menyayangi mereka.
Bunda, andai aku di lahirkan kembali sebagai anakmu, tidak akan ku sia-siakan waktuku bersamamu.
Aku juga ingin memiliki ayah yang hebat sepertimu Ayah. Aku ingin memiliki teman-teman yang selalu sayang kepadaku.
Aku juga akan sabar memiliki adik tiri seperti Tiara. Aku tau, jauh di kenakalan Tiara, dia pasti sangat menyayangiku.
Maafkan aku jika aku pergi terlalu cepat, maafkan aku telah membuat kalian semua sedih. Tapi ingatlah, kalian akan selalu menjadi inspirasiku, bersama dengan jatuhnya air mata terakhir di pipiku. Aku menyayangi kalian semua.

~THE END~

Story By : Regina Anggi Garbani